SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperkuat fondasi keuangan daerah dengan memaksimalkan potensi aset yang dimiliki. Melalui strategi terpadu, Pemkot menargetkan peningkatan signifikan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), tidak lagi sekadar mengandalkan pola konvensional.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Surabaya, Wiwiek Widyawati, menyebut ada tiga pilar utama dalam strategi tersebut, yakni digitalisasi, promosi agresif, dan restrukturisasi organisasi.
Baca juga: Surabaya Mencekam, Konflik Jalanan Meledak, Bakesbangpol Jangan Hanya Jadi Penonton
“Digitalisasi bukan hanya tren, melainkan instrumen strategis untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Saat ini kami sedang mengembangkan aplikasi Sistem Informasi dan Pengelolaan Aset Daerah (SIKDASDA) yang memiliki dua fungsi utama dan akan menjadi terobosan baru dalam tata kelola aset,” ujar Wiwiek, Minggu (24/8/2025).
Aplikasi SIKDASDA dirancang untuk mendukung penatausahaan internal aset secara digital. Sistem ini akan memangkas birokrasi, mempercepat administrasi, serta meminimalisasi kesalahan data. Dengan penataan yang lebih rapi dan terpusat, pemanfaatan aset dapat dilakukan secara lebih optimal dan akuntabel.
Selain itu, SIKDASDA juga difungsikan sebagai etalase digital untuk promosi eksternal. Melalui fitur pemetaan dan katalog aset, investor swasta maupun BUMN bisa dengan mudah mengakses informasi terkait lokasi, luas, peruntukan, dan detail teknis aset yang ditawarkan.
“Fitur ini memberi transparansi penuh sekaligus mempermudah publik dalam memperoleh informasi. Dengan begitu, aset yang selama ini belum termanfaatkan dapat dipertemukan dengan pihak yang membutuhkan,” jelasnya.
Baca juga: Kejar Target PAD Rp486 Miliar, Pemkot Surabaya Tancap Gas Digitalisasi Aset
Wiwiek menegaskan, aset yang dibiarkan menganggur adalah kerugian besar. Karena itu, BPKAD kini mengambil peran lebih aktif seperti tim pemasaran profesional—tidak lagi menunggu, tetapi secara proaktif menawarkan aset potensial.
“Data dari SIKDASDA membantu kami mengidentifikasi aset strategis yang bisa segera dipasarkan kepada investor,” tegasnya.
Tak hanya untuk investor besar, Pemkot juga membuka akses bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui program pendampingan bisnis, pelaku UMKM dapat memperoleh bimbingan dan informasi seputar prosedur penyewaan aset.
“Upaya ini untuk memastikan pelaku usaha kecil juga memiliki kesempatan memanfaatkan aset daerah dan berkembang,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menilai kompleksitas pengelolaan aset dengan nilai mencapai puluhan triliun rupiah memerlukan tim yang lebih fokus. Saat ini, pengelolaan aset masih berada di bawah Bidang P3 (Pengelolaan Aset) BPKAD, namun pemerintah tengah mengkaji pembentukan unit khusus, seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).
“Unit khusus ini nantinya akan fokus pada promosi dan penjajakan dengan calon pengguna aset, mirip dengan peran tim marketing profesional,” terangnya.
Baca juga: Aset Jadi Asetil! SIGenDiS Jadi Role Model Digitalisasi Gedung Pemkot Surabaya
Meski ada tantangan, seperti persepsi publik mengenai harga sewa yang dianggap mahal, Wiwiek menegaskan penetapan harga dilakukan independen oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sesuai nilai pasar, sehingga wajar dan akuntabel.
“Dengan kombinasi strategi digitalisasi, promosi aktif, serta penataan organisasi, Pemkot Surabaya optimistis mampu memaksimalkan nilai ekonomis aset. Langkah ini penting untuk menjadikan kota lebih mandiri secara finansial sekaligus memberi manfaat bagi masyarakat,” tutur Wiwiek.
Ia menambahkan, Pemkot Surabaya menargetkan kontribusi signifikan dari sektor ini pada 2025. Dari total target retribusi sebesar Rp486 miliar, sebanyak Rp121 miliar diharapkan berasal dari optimalisasi aset.
“Angka ini menunjukkan potensi yang masih sangat besar. Dengan strategi yang sudah disiapkan, kami yakin target tersebut bisa tercapai bahkan ditingkatkan,” pungkasnya. (red)
Editor : Fudai