JAKARTA | ARTIK.ID - Bali merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia yang menarik jutaan wisatawan setiap tahunnya. Namun, di balik pesona alam dan budayanya, Bali juga menghadapi masalah kemacetan yang semakin parah.
Apalagi, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali diprediksi akan melayani 24 juta penumpang pada 2025 mendatang. Jika tidak ada solusi, lalu-lintas di Bali bisa terjebak macet selama 3 jam.
Baca Juga: Tren Positif IHG Naik 1,07 Persen, Saham PT Royal Prima Juga Ikut Terbang
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah tengah mengakselerasi rencana pembangunan LRT (Light Rail Transit) Bali.
Proyek ini merupakan salah satu prioritas Presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkan konektivitas dan mobilitas di wilayah Bali. LRT Bali akan menghubungkan Bandara Ngurah Rai dengan beberapa kawasan strategis seperti Denpasar, Kuta, Nusa Dua, dan Ubud.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Minggu (1/10/2023), mengungkapkan, pengerjaan studi kelayakan (Feasibility Study) LRT Bali harus dilanjutkan setelah sempat terhenti karena pandemi Covid-19.
Menurutnya, LRT Bali tidak hanya akan mengurangi kemacetan, tetapi juga mendukung pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di Bali.
"Presiden juga sudah memutuskan kita lakukan studi lanjutan untuk LRT di Bali karena kalau tidak dilakukan itu tahun 2025 Bandara Ngurah Rai akan mencapai 24 juta penumpang dan perhitungan kita itu bisa stuck 3 jam kalau tidak dibangun-bangun,” kata Luhut.
Menurut Luhut, LRT Bali rencananya akan dibangun sejauh 20 kilometer dari Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali melewati beberapa wilayah, seperti Canggu, Cemagi, dan Seminyak.
Pembangunan LRT di Bali dapat ditargetkan sudah mulai peletakan batu pertama (groundbreaking) pada 2024.
Baca Juga: Terkait TikTok Live, SOKUL Sejahtera Dukung Pemerintah Tapi Kebijakannya Harus Pro UMKM
"Presiden Jokowi telah memberikan instruksi mengenai penajaman studi pembangunan LRT di Bali. Kami dengan Menteri Perhubungan akan segera mengadakan rapat teknis, walaupun sebetulnya studinya sudah ada," imbuh Luhut.
Luhut menjelaskan, model lintasan yang dipilih pemerintah adalah lintasan bawah tanah alias underground, agar dapat mengatasi kepadatan pembangunan. Hal ini juga akan meminimalisir dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul akibat pembangunan LRT.
Terkait dengan pembiayaan proyek, Luhut mengaku telah berkomunikasi dengan beberapa negara yang berminat untuk berinvestasi dalam proyek LRT Bali.
Dia menyebut, akan menjatuhkan pilihan kepada negara yang mampu menawarkan sumber daya secara cepat, kredibel, serta mengutamakan transfer teknologi.
Baca Juga: Inflasi September 2023 Tercatat 2,28 Persen, Turun Dibandingkan Tahun Lalu
"Ada, sangat ada. Jadi yang jelas ada Korea, Jepang, China. Mana saja yang mau transfer kita teknologi cepat dan murah, kita akan ambil. Jadi kita tidak ada preferensi," kata Luhut.
Luhut berharap, proyek LRT Bali dapat selesai tepat waktu dan memberikan manfaat bagi masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya.
Dia juga mengapresiasi dukungan dari Pemerintah Provinsi Bali dan seluruh pemangku kepentingan terkait dalam mewujudkan proyek ini.
(diy)
Editor : Fuart