SURABAYA | ARTIK.ID - Adanya temuan daging yang diindikasikan daging glonggongan di sekitar RPH Pegirian oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya, menandakan ketersediaan stok sapi siap potong di Jawa Timur kurang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar praktek "glonggongan" terjadi dan tata niaga distribusi daging sapi sangat lema atau belum maksimal.
Ketua PPSDS Jatim, Muthowif mengatakan, temuan tersebut bukan hal aneh atau hal yang baru, karena daging yang diindikasikan glonggongan dijual di pasar-pasar tradisional tersebut sudah lama adanya.
Baca Juga: Fraksi PKS : DPRD kota Surabaya Dukung Pengembangan Ekonomi Kreatif untuk masyarakat Surabaya.
"Kalau kepala dinas terkait mau menertibkan keberadaan indikasi daging glonggongan jangan hanya di sekitar pegirian, tapi semua pasar tradisional yang ada di Surabaya," ujarnya.
Menurut Muthowif, kalau mau menertibkan keberadaan daging yang dijual di kota Surabaya, kepala dinas atau pihak terkait harus lakukan penertiban juga terhadap daging-daging yang dijual di pasar modern.
"Jangan tebang pilih begini yang ditertibkan hanya pasar tradisional, itupun baru daging yang di jual di sekitar RPH Pegirian, belum pasar tradisional yang ada di Surabaya dan pasar modern yang menjual daging tidak ditertibkan," paparnya.
Di Surabaya banyak pasar modern yang berjualan daging semacam itu, pertanyaannya apa daging yang dijual di pasar modern juga dilengkapi dengan dokumen.
Baca Juga: Muhammad Syaifuddin, Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya, Soroti Peran Penting Perda Ekonomi Kreatif
"Saya yakin dokumennya tidak lengkap. Pengalaman kami yang pernah melakukan sidak bersama dengan pihak terkait ditemukan daging yang dijual di pasar tradisional tidak dilengkapi dengan dokumen," paparnya.
Terkait dengan tidak adanya dokumen pemotongan sapi betina, Muthowif menuturkan, kalau sapi betina sudah tidak produktif tidak apa-apa di potong, tapi kalau masih produktif tidak boleh dipotong sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangan-undangan.
Pemotongan sapi betina ini menjadi tanggungjawab bersama, baik pihak kepolisian, penyedia jasa potong (RPH) maupun para jagal. Karena setiap RPH harus ada dokter hewan yang memeriksa sapi-sapi yang mau dipotong di RPH, tidak hanya melihat surat yang dibawa oleh para jagal atau blantik sapi yang membawa sapi dari luar Surabaya.
Baca Juga: Fraksi partai Gerindra DPRD kota Surabaya :Dukung Ekonomi Kreatif tingkatkan daya saing masyarakat.
Klau kinerja jajaran komisaris, bawas dan Staff RPH maksimal untuk memeriksa sapi-sapi betina yang mau dipotong di RPH, saya yakin potongan sapi betina tidak terjadi.
"Akan tetapi kalau kinerja kurang maksimal sampai kapanpun pemotongan sapi betina tidak produktif akan terus terjadi," pungkasnya.
(diy)
Editor : Fuart