Kilau Blora Mustika Pudar: Kisah Buram Tarso Bertahan Hidup di Gubuk Reyot

avatar Artik

BLORA – Di atas kertas, Kabupaten Blora dikenal dengan tagline “Blora Mustika”, singkatan dari Makmur, Unggul, Sejahtera, Tertib, Indah, Kontinu, dan Agamis. Namun, realita di Desa Tempellemahbang, Kecamatan Jepon, menampilkan wajah lain yang jauh dari kata makmur dan sejahtera.

Tarso, seorang pria berusia sekitar 30 tahunan, adalah potret nyata dari jurang kesenjangan itu.

Ia hidup sebatang kara di sebuah gubuk sempit berukuran hanya 2 x 3 meter. Atapnya bocor, dindingnya lapuk, dan tanah menjadi alas tidur.

Sehari-hari, Tarso menggantungkan hidup dengan mengais rongsokan. Dengan suara lirih, ia mengaku tidak pernah sekalipun mendapat bantuan, baik dari pemerintah desa hingga pusat.

"Kulo sudah ada satu tahun tinggal di sini (Desa Tempellemahbang). Kulo belum pernah dapat bantuan,” ujarnya saat ditemui, Selasa (16/9/2025).

Hidup di Tengah Keterbatasan

Kisah Tarso kian miris karena ia bahkan tak memiliki identitas kependudukan. Tanpa KTP, akses bantuan sosial tak mungkin bisa digapai.

Padahal, ia sudah kembali ke Blora setelah pernikahannya kandas di Nganjuk, Jawa Timur. Kini, hidupnya hanya ditemani kesunyian gubuk reyot itu.

Namun, ia tetap berusaha tabah menerima keadaannya. Kulo nggak apa-apa (tinggal di rumah gubuk, red). Yang penting rukun,” ucapnya dengan senyum getir.

Pemerintah Tersentak

Kondisi Tarso baru diketahui setelah Forkopimcam Jepon bersama perangkat desa mendatangi rumahnya. Kepala Desa Tempellemahbang, Kasbi, mengaku terkejut saat mengetahui ada warganya yang hidup dalam kondisi demikian.

Kemarin saya pertama kali ke sini, tapi beliaunya nggak ada, sedang kerja. Terus saya terpaksa kembali. Begitu saya tahu begini, saya sudah komunikasi dengan perangkat kok koyok ngunu ora mbok dohno ket mbiyen,” kata Kasbi.

Ia berjanji akan membantu kebutuhan dasar Tarso, termasuk memperbaiki sepeda tua yang dipakai mencari rongsokan.

Plt. Camat Jepon, Andi Nurrohman, juga menyampaikan keprihatinan.

"Pada prinsipnya kami prihatin yang dialami saudara kita nggih, tampak (rumah gubuk Tarso) ini sangat tidak layak secara hunian,” ujarnya.

Andi menegaskan, pemerintah akan membantu pengurusan KTP Tarso agar bisa segera diusulkan menerima bantuan sosial maupun rumah layak huni.

"Siap nanti kita usulkan dan kawal bareng-bareng. Mohon kerjasamanya,” janjinya dan masyarakat menunggu.

Potret Kesenjangan di “Blora Mustika”

Tarso hanyalah satu dari banyak warga miskin di Desa Tempellemahbang yang masih menunggu perhatian serius. Ironisnya, desa ini sebenarnya punya potensi besar dari sentra kuliner, wisata, hingga pabrik yang berdiri di sekitarnya.

Namun, potensi itu belum cukup kuat untuk menghapus kemiskinan yang nyata di depan mata.

Tagline “Blora Mustika” seakan kehilangan makna ketika masih ada warga seperti Tarso yang hidup tanpa jaminan, tanpa rumah layak, bahkan tanpa identitas. Kisah Tarso ini menjadi pengingat bahwa pembangunan tak hanya soal jargon, tetapi tentang memastikan tak ada satu pun warga yang terpinggirkan.

Editor : Amar