DPRD Surabaya Desak Penertiban SPA 129 Jalan Tidar Karena Diduga Langgar Izin

Suasana saat rapat dengar pendapat komisi B (Rudi)
Suasana saat rapat dengar pendapat komisi B (Rudi)

SURABAYA – Komisi B DPRD Kota Surabaya Menyoroti Keberadaan SPA 129 Yang Terletak di Jalan Tidar, Karena Diduga Tidak Sesuai Dengan Izin Usaha Serta Menampilkan Promosi Yang Dinilai Melanggar Norma Kesopanan. 

 

Rapat dengar pendapat digelar setelah banyak warga melaporkan jam operasional yang melewati batas wajar dan promosi yang dianggap tidak pantas.

 

Wakil Ketua Komisi B, Mochamad Machmud, menekankan bahwa izin usaha yang dimiliki SPA 129 hanyalah untuk rumah pijat. Namun praktik layanan dan bentuk promosi di lapangan menunjukkan hal yang berbeda dari izin yang diberikan.

 

“Kami menerima pengaduan masyarakat mengenai SPA 129. Setelah kami telusuri dan mengadakan pertemuan, terbukti bahwa izin yang dimiliki hanya untuk pijat, bukan spa,” ujar Machmud dalam rapat tersebut, Pada Warta Aftik.id Rabu (7/6).

 

Menurut Machmud, usaha pijat dan spa merupakan dua jenis layanan berbeda secara hukum maupun fungsi. Penegasan ini penting agar pelaku usaha tidak menyalahgunakan izin.

 

“Kalau pijat bisa bersifat tradisional, tapi spa itu sudah masuk ke jasa kecantikan dan lainnya, jadi tidak bisa disamakan,” tambahnya.

 

Masalah semakin menjadi sorotan karena lokasi SPA 129 berada tepat di seberang Sekolah Don Bosco, sebuah bangunan cagar budaya. Kehadiran usaha dengan citra negatif ini dinilai berpotensi mengganggu lingkungan pendidikan serta perkembangan karakter siswa.

 

“Ahli budaya yang kami undang juga menyoroti bahwa sekolah Don Bosco adalah cagar budaya dan lembaga pendidikan karakter. Keberadaan usaha seperti ini bisa merusak suasana tersebut,” jelas Machmud.

 

Sebagai tindak lanjut, DPRD mendesak Dinas Pariwisata dan Satpol PP untuk segera mengambil langkah tegas sesuai ketentuan hukum. Penertiban diharapkan segera dilakukan setelah ada permintaan resmi dari dinas terkait.

 

“Dinas Pariwisata akan mengajukan surat permintaan bantuan kepada Satpol PP. Kami akan terus pantau prosesnya,” tegasnya.

 

Mengenai dugaan pelanggaran norma kesusilaan, Machmud mengungkapkan adanya bukti berupa gambar dan video yang menunjukkan terapis mengenakan pakaian tidak sopan, memperkuat dugaan bahwa aktivitas di tempat tersebut menyimpang dari izin resmi.

 

“Kalau melihat bukti yang kami terima, sangat dekat dengan pelanggaran. Pakaian terbuka, tidak sesuai dengan standar rumah pijat,” katanya.

 

Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Disbudporapar Surabaya, Farah Andita Ramadhani, menyatakan bahwa pihaknya telah memantau SPA 129 sejak tahun lalu. Dari hasil pengawasan, ditemukan bahwa usaha tersebut memiliki NIB dengan KBLI rumah pijat serta sejumlah fasilitas terkait pijat.

 

“Kami telah menyurati pengelola sejak Oktober 2024 untuk menyesuaikan izin usaha mereka dengan ketentuan PP 5/2024, dan mengarahkan untuk konsultasi teknis dengan DPMPTSP,” jelas Farah.

 

Ia menambahkan bahwa kewenangan dinas terbatas pada pemeriksaan dokumen dan SOP. Jika ditemukan unsur pelanggaran pidana atau gangguan ketertiban, hal tersebut menjadi wewenang Satpol PP dan aparat hukum.

 

Camat Bubutan, Ferdhie Ardiansyah, juga membenarkan bahwa laporan warga mulai muncul sejak Oktober 2024, terkait jam operasional yang melebihi batas. Pihak kecamatan segera melakukan inspeksi bersama pihak kelurahan dan aparat keamanan.

 

“Kami langsung inspeksi bersama RW, lurah, serta unsur TNI-Polri. Karena tidak ada penanggung jawab, esoknya kami gelar pertemuan lintas instansi,” katanya.

 

Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa izin usaha SPA 129 perlu dievaluasi ulang karena tidak sesuai dengan kegiatan yang dijalankan. Meski dokumen telah diperlihatkan, koordinasi antar instansi masih dinilai belum maksimal.

 

Dari pihak SPA 129, Humas Himawan Probo menjelaskan bahwa mereka sudah memiliki standar operasional dan aturan layanan di tempat. Namun ia mengakui perlunya perbaikan, terutama di sisi promosi daring dan tata busana staf.

 

“Kami akan menindaklanjuti masukan dari rapat ini, terutama terkait media sosial dan pakaian. Langkah revisi akan segera dilakukan,” ujar Himawan. (Rda) 

 

 

Editor : rudi