Paus Fransiskus ke Indonesia, Amnesty International Desak Pemerintah Selesaikan Pelanggaran HAM

JAKARTA | ARTIK.ID - Amnesty International Indonesia berharap kunjungan Paus Fransiskus pada 3-6 September 2024 menjadi momentum penting untuk mendesak pemerintah Indonesia menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Rabu (4/9) menyerukan, agar pemerintah segera menghentikan pelanggaran HAM yang terjadi akibat kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan aspek sosial dan lingkungan, terutama di wilayah Papua dan Rempang.

Baca Juga: Ribuan Umat Katolik Padati GBK untuk Misa Suci Bersama Paus Fransiskus

Usman Hamid menyebut, bahwa pesan perdamaian, cinta kasih, dan dialog yang selalu diusung Paus Fransiskus sangat relevan untuk menghadapi situasi perpecahan dan intoleransi yang masih terjadi di Indonesia.

"Kunjungan ini sangat penting untuk menegaskan kembali kewajiban setiap bangsa terhadap nilai-nilai martabat manusia dan keadilan sosial," ujar Usman.

Usman menambahkan bahwa selama kunjungannya, Paus Fransiskus dijadwalkan bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah pejabat penting lainnya.

Pertemuan ini, menurut Usman, merupakan kesempatan emas untuk mendesak pemerintah Indonesia agar segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, baik yang terjadi di masa lalu maupun yang sedang berlangsung.

"Termasuk menyelesaikan pelanggaran berat HAM di masa lalu dan melindungi masyarakat, termasuk masyarakat adat, dari kebijakan ekonomi yang merugikan," tegasnya.

Baca Juga: Ribuan Umat Katolik Padati GBK untuk Misa Suci Bersama Paus Fransiskus

Lebih lanjut, Usman menyatakan bahwa kunjungan Paus Fransiskus juga dapat menjadi momentum penting untuk mengadvokasi pengakhiran kebijakan represif pemerintah dalam menghadapi protes dan aksi unjuk rasa.

Ia meyakini, Paus Fransiskus dapat menyerukan perdamaian di Papua dan mendorong penghentian praktik diskriminatif terhadap kelompok minoritas agama di Indonesia, baik yang terjadi di masa lampau maupun yang masih berlangsung hingga kini.

Usman juga menekankan pentingnya perhatian terhadap kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, yang kini sudah 20 tahun berlalu tanpa penyelesaian yang memadai.

"Pembunuhan aktivis HAM Munir yang genap menginjak 20 tahun sejak kematiannya juga perlu mendapat perhatian," ujarnya.

Baca Juga: Paus Fransiskus Dijadwalkan Pimpin Misa Akbar di GBK, Disiarkan Langsung untuk Umat Katolik

Selain itu, Usman mencatat bahwa Indonesia saat ini aktif kembali sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun, Indonesia belum melaksanakan sejumlah rekomendasi penting terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dan pelanggaran HAM yang masih berlangsung saat ini.

Menurut catatan Amnesty International Indonesia, ada beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan di Indonesia meliputi pembunuhan massal 1965/66, kasus Tanjung Priok 1984, Lampung 1989, penyerangan 27 Juli 1996, seperti penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997/98, penembakan mahasiswa Trisakti, peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, kerusuhan Mei 1998, kasus pembunuhan Munir, serta pembunuhan-pembunuhan di luar hukum di Papua.

Amnesty International Indonesia juga mencatat adanya 123 kasus intoleransi sejak Januari 2021 hingga Juli 2024, termasuk penolakan, penutupan, atau perusakan tempat ibadah, serta serangan fisik. Para pelaku diduga berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari pejabat pemerintah hingga masyarakat sipil dan organisasi masyarakat. (red)

Editor : Fudai