JAKARTA | ARTIK.ID - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti terus menggelorakan soal nasionalisme.
Kali ini ia meminta warga Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) harus menjadi pendukung utama Keutuhan NKRI dan menjadi Penjaga Pancasila sebagai Falsafah Dasar bangsa dan negara ini.
Baca juga: LaNyalla Mahmud Mattalitti Dorong Partisipasi Publik dalam Mewujudkan Indonesia Emas
Kata LaNyalla, warga PSHT harus menjadi benteng pertahanan dari serangan-serangan terhadap Pancasila yang terus menerus terjadi dan datang, terutama dari Ideologi Liberalisme dan Kapitalisme, yang lahir dari ideologi Individualisme dan Sekulerisme.
"Karena saat ini, Pancasila hanya diucapkan dan menjadi slogan semata. Pancasila sudah ditinggalkan dalam sistem bernegara saat ini. Karena Pancasila yang terdapat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sudah tidak nyambung lagi dengan isi dan bunyi Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Dasar hasil perubahan yang dilakukan pada tahun 1999 hingga 2002 yang lalu," kata LaNyalla saat memberikan sambutan secara virtual dalam Rapat Koordinasi PSHT tahun 2023, Sabtu (9/9/2023).
Sebagai bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia, lanjut LaNyalla, warga PSHT, sejatinya memiliki andil besar atas lahirnya bangsa dan negara ini.
Oleh karena itu sudah seharusnya warga PSHT kritis melihat dan mengamati arah perjalanan bangsa ini.
"Warga PSHT harus kritis terhadap sejumlah fenomena paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita. Baik itu soal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural akibat ketidakadilan tersebut," ungkapnya.
Ditambahkannya, warga PSHT juga harus kritis terhadap konsep dan kebijakan Pendidikan Nasional bangsa ini.
Dimana mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai cita-cita negara ini, bukanlah sekedar mencerdaskan otak, tetapi mencerdaskan kehidupan.
Yang artinya mencerdaskan kemanusian secara utuh. Termasuk moral dan akhlak, jasmani dan rohani. Serta semangat nasionalisme dan patriotisme.
Tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta ilmu agama, bangsa ini hanya akan menghasilkan generasi yang akan menjadi lawan kita sendiri di masa depan.
"Untuk itu kita harus kembali membuka sejarah. Membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. Membaca ulang pikiran-pikiran Ki Hadjar Hardjo Utomo saat beliau mendirikan PSHT," katanya.
Baca juga: Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattalitti Tinjau Venue PON di Medan
Bangsa ini, lanjutnya, harus membaca kembali watak dasar dan DNA Asli Sistem Demokrasi.
Dimana para pendiri bangsa telah sepakat menggunakan Sistem Syuro, yang menjadi ciri utama dari Demokrasi Pancasila.
Yaitu kedaulatan rakyat yang diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara.
Dimana di dalamnya bukan saja diisi oleh mereka yang dipilih melalui Pemilu. Tetapi juga diisi oleh utusan-utusan, yang melengkapi semua komponen bangsa.
Sehingga sistem tersebut adalah sistem demokrasi yang lengkap. Tanpa ada yang ditinggalkan.
Dan sistem ini adalah sistem yang paling sesuai untuk negara kepulauan dan negara yang super majemuk ini.
"Oleh karena itu saya mengajak semua komponen bangsa untuk bersama menata ulang sistem bernegara Indonesia, demi menyiapkan Indonesia yang lebih kuat dalam menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari," ungkapnya.
Baca juga: Ketua DPD RI Usulkan Parlemen Beranggotakan Unsur Non Partai untuk Penguatan Demokrasi
Untuk itu, tegas LaNyalla, kita harus kembali kepada Pancasila. Agar rakyat Indonesia memiliki saluran dan sarana untuk membangun cita-cita yang kita tentukan bersama. Bukan cita-cita sekelompok elit politik dan pemilik modal saja.
Cita-cita bersama yang melahirkan tekad bersama itu hanya bisa dirajut melalui saluran dan sarana yang memberikan ruang kedaulatan kepada rakyat, sebagai pemilik negara ini.
Dalam sebuah ikatan yang mampu menyatukan. Mampu memberikan rasa keadilan. Dan mampu menjawab tantangan masa depan melalui jati diri bangsa ini.
"Caranya dengan kita kembali terlebih dahulu kepada Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945, lalu kita lakukan Amandemen dengan Teknik Adendum, sebagai penyempurnaan dan penguatan agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di masa lalu," ujar dia.
(red)
Editor : Fuart