SURABAYA | ARTIK.ID - Demokrasi merupakan proses yang berlangsung terus-menerus dimana orang secara alami leluasa untuk berekspresi di saat yang bersamaan menjaga ekspresi itu untuk tetap pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam sosial komunitas.
Membaca buku apapun yang orang mau, belajar apapun yang orang ingin pelajari, memosting foto liburan di media sosial, bertukar pikiran dengan orang tua, memakai pakaian warna-warni dengan model teraneh sekalipun, merekam video konyol tentang diri mereka, dan hal-hal unik yang tak pernah kita pikirkan sebelumnya. Kita meyakini bahwa demokrasi adalah sebuah potensi luas, yang mampu membuat manusia mencapai potensi yang telah Tuhan berikan.
Baca juga: Medvedev Sebut, Siapapun yang Berkuasa di AS, Hubungan dengan Rusia Tidak akan Membaik
Namun dewasa ini seringkali istilah demokrasi mengalami penyempitan makna dimana dalam beberapa case demokrasi diartikan sebagai kegiatan menyampaikan saran, pendapat, atau kritik, baik itu dilakukan secara individu maupun kelompok, yang ditujukan kepada komunitas yang lebih besar entah itu kepada pemangku kekuasaan ataupun kepada kelompok lain yang berseberangan.
Demokrasi yang dimaknai hanya sebatas politik semacam itu pada hari ini di Indonesia lebih banyak menumpulkan manusia menjadi individu yang cenderung kurang mempunyai keinginan untuk membuat terobosan-terobosan. Degradasi demokrasi seperti ini membuat kita melupakan potensi-potensi yang telah Tuhan berikan.
Kita melupakan bahwa Tuhan telah menciptakan akal pikiran yang fungsinya tidak hanya untuk pusing memikirkan bagaimana aspirasi kita didengar oleh pejabat. Kita sejenak lupa bahwa tangan dan kaki kita tidak hanya berfungsi untuk bekerja demi mendapatkan upah yang kemudian kita bayarkan untuk pajak. Seringkali kita lalai bahwa kita sebagai manusia sebenarnya akan sangat mampu menciptakan apa yang sebelumnya belum pernah ada.
Kita lebih dari sekedar mampu untuk mencatatkan rekor yang belum pernah tersentuh sebelumnya. Untuk berkreasi, berkarya, dan hal-hal lain yang tak terbayangkan sebelumnya.
Hari ini kita lebih disibukkan dengan pengkultusan tokoh dan dipaksa berkelompok atas nama demokrasi. Padahal di lain perspektif, keinginan untuk golput saat pemilu dan kemandirian untuk tidak berkelompok adalah sebuah ekspresi manusia dalam berdemokrasi juga. Konsep demokrasi yang dipahami secara universal akan sangat mampu membantu manusia mencapai potensi maksimal mereka. Yang jika dihubungkan dengan proses pembangunan akan berkontribusi penting dalam upaya percepatan kita sebagai komunitas untuk mencapai utopia kita masing-masing.
Seberapa luas pemahaman kita tentang demokrasi, maka akan semakin luas pula kita merefleksikannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Keluwesan kita dalam mentoleransi hal lain juga merupakan buntut dari penerapan demokrasi yang telah kita maknai mendalam.
Demokrasi kita percayai sebagai sebuah paket lengkap dalam pembangunan. Ia berfungsi sebagai pemicu dan dasar kita dalam belajar, berkarya, bekerja, dan proses-proses lain manusia dalam tujuan mencapai titik maksimal potensinya. Namun di lain sisi sekaligus berfungsi sebagai pengidentifikasi batasan antara individu satu terhadap individu yang lain.
Pembangunan yang baik akan dapat terjadi ketika kondisi demokrasi dijalankan dengan baik. Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi tentu menuntut adanya akselerasi demokrasi, dalam hal ini menyangkut peranan setiap orang untuk turut serta menyumbang perekonomian alternatif, misalnya dengan program ekonomi kolektif “Satu Kampung Satu Produk”.
Membangun sumber daya manusia yang berkualitas tidak lepas dari peran masing-masing individu itu sendiri, dengan harus secara sadar mulai mengijinkan diri mereka sendiri untuk mengembangkan potensinya. Karena yang terjadi saat ini seringkali diri kita sendiri yang secara tidak sadar menolak untuk berkembang dan menutup diri dari kemajuan.
Lebih dari itu kita seakan-akan menggantungkan peran orang lain untuk meningkatkan kualitas diri kita, atau singkatnya orang lain yang menentukan nasib kita. Melihat kondisi ini tentu kita perlu mendorong diri sendiri untuk menyadari tentang betapa pentingnya mulai menjalani sisi baru pergerakan kepemudaan yang berorientasi pembangunan dan demokrasi dalam perspektif yang baru.
Baca juga: Fakta di Balik Penampakan UFO di Kawasan Artik Kutup Utara yang Menghebohkan
Pekerjaan rumah kita kedepan dalam menciptakan harmoni demokrasi dan pembangunan baik personal dan kelompok bangsa ini adalah berupaya dengan serius dan terus menerus dalam memberikan penyadaran melalu proses kaderisasi yang efektif dan konsolidasi gerakan yang intens untuk bersama mencapai kondisi demokrasi dan pembangunan yang ideal, dalam dari pada itu dari pada kita sibuk mendikotomi antar kelompok yang cenderung menjadikan konflik yang tidak berujung, bukannya malah untuk mewujudkan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ideal, lebih baik kita mulai menjadi penyambung dari pada kelompok-kelompok yang ada dan menyuguhkan nilai penting dari proses kemajuan pembangunan dan demokrasi bangsa.
Gerakan kedepan haruslah berbasis pada kesadaran dari hasil analisa tajam dan objektif akan realitas sosial saat ini, hasil dari pada kajian yang matang dan literasi yang kaya dan multi persepektif, sehingga peranan kita para kaum pergerakan dapatlah benar-benar memberikan kontribusi yang signifikan pada kemajuan pembangunan dan mampu merealisasikan nilai demokrasi yang menjadi impian kita bersama.
Dalam dari pada itu kita sebagai kaum pergerakan juga harus dengan serius memikiran regenerasi kita, kader-kader kita untuk dapat juga mengenyam nilai yang sudah kita upayakan bersama tersebut, sehingga bersama kita dapat menciptakan kultur pembangunan dan demokrasi yang positif dan berkemajuan.
Selama gerakan kepemudaan belum sampai pada tahap mapan independensi secara insting dan naluri terhadap kepekaan sosial maka bisa dikatakan pergerakan yang kita tempuh hingga hari ini belum menemukan tujuannya.
Pengkaderan yang berbasis penajaman literasi, pengujian komitmen, serta pelatihan individu supaya memiliki daya tahan terhadap apapun yang bisa mendistraksi keteguhan dan keyakinan tujuan mereka harus tetap dijunjung tinggi selama proses pengkaderan, supaya nantinya tetap berkelanjutan dan dinamis dari masa ke masa.
Maka kaderisasi yang berbasis pada literasi dan penyadaran sosial realitas, juga gerakan yang berdasar pada solidaritas akan kepentingan bersama yang substansial adalah faktor primer dalam terwujudnya pembangun yang berkemajuan dan demokrasi ideal yang sesuai dengan nilai dan karakteristik bangsa Indonesia.
Baca juga: Ditengah Konflik di Ukraina, Wina Pilih Pertahankan Hubungan dengan Moskow
Penulis: Ainul Makin Aminullah
Ainul Makin Aminullah, atau kerap disapa Makin, adalah pribadi yang dikenal sebagai pegiat literasi. Beliau aktif mengkampanyekan tentang betapa pentingnya literasi sebagai pondasi dasar atas semua kegiatan progresif manusia hari ini, yang mana kita ketahui selain dari buku, jurnal, film, saat ini juga tengah berkembang bentuk literasi digital.
Di lain hal, kedisiplinan merupakan hal yang dipegang teguh oleh beliau sejak dini. Sampai pada hari ini setidaknya kedisiplinan telah banyak membentuk karakter dan pribadi beliau hingga menjadi seperti sekarang.
Beliau juga sering menyampaikan dalam berberapa forum bahwasanya komitmen dan tanggungjawab adalah satu kesatuan utuh yang dapat menjadikan kita sebagai pribadi yang dipercaya orang lain.
Literasi, komitmen, dan tanggungjawab, ketiga hal ini selalu diperjuangkan oleh Makin dimanapun beliau berada demi terus menjaga kualitas dan ketajaman pribadi orang-orang disekitarnya.
Editor : Fuart