SURABAYA — Asosiasi Klinik Indonesia (ASKLIN) Kota Surabaya kembali menggelar Gathering Tahunan pada Kamis, 30 Oktober 2025, di Ballroom Leedon Hotel & Suites Surabaya, Jalan Jaksa Agung Suprapto No. 37, Ketabang, Kecamatan Genteng, Surabaya.
Baca juga: Pemkot Surabaya Teliti Fenomena Ikan Mabuk di Kalimas dan Banyu Urip
Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 16.00 WIB ini diikuti para pemilik, direktur, dan penanggung jawab klinik anggota ASKLIN. Selain menjadi ajang silaturahmi, gathering ini juga menjadi forum komunikasi strategis untuk berbagi pengalaman dan memperkuat koordinasi antar pengelola klinik di Kota Pahlawan.
Ketua ASKLIN Surabaya, drg. Nana Indaryati, menyampaikan rasa syukurnya atas terselenggaranya kegiatan ini setelah sempat tertunda dari jadwal semula.
“Alhamdulillah, kami bisa kembali mengadakan gathering ini. Selain mempererat kebersamaan antaranggota, acara ini juga menjadi sarana penyampaian informasi penting terkait kewajiban pelaporan klinik yang akan disampaikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya,”tutur drg. Nana.
Dalam kesempatan tersebut, drg. Nana juga menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi lingkungan hidup. Ia menjelaskan, setiap klinik yang telah memiliki dokumen UKL-UPL wajib memiliki izin Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
“Izin-izin tersebut memang memiliki masa berlaku tertentu, dan tetap ada kewajiban pelaporan meskipun ada yang sifatnya seumur hidup. Hal ini penting untuk dipatuhi agar operasional klinik selalu sesuai ketentuan,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua ASKLIN Surabaya, dr. Putu Arfilinni, mengangkat isu pemerataan distribusi peserta BPJS Kesehatan antara klinik swasta dan puskesmas.
“Kami berharap Pemerintah Kota Surabaya memperhatikan pemerataan distribusi kapitasi peserta. Banyak klinik swasta dengan peserta di bawah 10 ribu, sementara puskesmas bisa mencapai puluhan ribu. Jika puskesmas sudah kewalahan, alangkah baiknya jika sebagian peserta dialihkan ke klinik agar pelayanan lebih merata,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya keadilan dalam pemilihan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Sesuai Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, peserta berhak memilih FKTP. Tidak seharusnya diarahkan hanya ke puskesmas,” terang dr. Putu.
Baca juga: Halte Sudah Ada, DPRD Surabaya Minta Wirawiri Layani Rute Menuju RS BDH
Menurutnya, pengalihan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) secara sepihak ke puskesmas masih sering terjadi, sehingga menciptakan ketimpangan jumlah peserta antara klinik swasta dan fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Dalam sesi paparan, Sub Koordinator Pengawasan Persetujuan Lingkungan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup DLH Kota Surabaya, Anies Wijayanti, memberikan penjelasan teknis mengenai kewajiban pelaporan pengelolaan lingkungan melalui aplikasi E-Simple, sistem pelaporan elektronik milik Pemkot Surabaya.
“DLH memiliki kewajiban melakukan pengawasan terhadap ketaatan dan kepatuhan kegiatan usaha, termasuk klinik, dalam hal pengelolaan lingkungan hidup,” jelas Anies.
Ia menambahkan, terdapat lima aspek utama yang menjadi fokus pengawasan DLH, yaitu:
1. Pengendalian pencemaran udara
2. Pengendalian pencemaran air
Baca juga: Abdul Malik : Pemkot Surabaya Terus Wujudkan Senyum Bahagia Warga Lewat Program Dandan Omah
3. Pengelolaan limbah B3
4. Pengelolaan bahan B3
5. Pengelolaan sampah domestik
“Semua kegiatan usaha wajib melaporkan kelima aspek tersebut secara berkala. Jika tidak dilakukan, akan dikenakan sanksi administratif berupa denda,” ungkapnya.
Melalui gathering tahunan ini, ASKLIN Surabaya menegaskan komitmennya untuk mendampingi para anggota dalam meningkatkan mutu pelayanan, memperkuat kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, serta memperjuangkan pemerataan layanan kesehatan di Kota Surabaya.
“Kami ingin memastikan klinik anggota ASKLIN tidak hanya memberikan layanan terbaik, tetapi juga beroperasi dengan penuh tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan,” tutup drg. Nana. (Rda)
Editor : rudi