BALI | ARTIK.ID - Bali terus memperkuat identitas budaya dan spiritualitasnya di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster dan Wakil Gubernur Cok Oka Sukawati. Melalui visi "Nangun Sat Kerthi Loka Bali," pembangunan Bali diarahkan untuk menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya, guna mewujudkan kehidupan Kerama Bali yang sejahtera dan bahagia, baik secara skala maupun niskala. Salah satu program utama yang mencerminkan visi ini adalah perlindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan yang menjadi tonggak peradaban Bali era baru.
Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan
Baca juga: I Made Budiasa Sambut Baik Ucapkan Selamat Untuk Pasangan Koster-Giri dan Paket AMAN di Pilkada 2024
Dalam upaya menjaga kesucian dan keluhuran warisan sakral leluhur Bali, Gubernur Wayan Koster memberlakukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perlindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Peraturan ini bertujuan melindungi dan memuliakan pura (tempat ibadah), pratima (arca atau patung suci), serta simbol-simbol keagamaan Hindu Bali yang menjadi warisan spiritual dan budaya masyarakat Bali.
Menjaga Aura dan Taksu Gumi Bali
Perlindungan ini bukan hanya tentang menjaga bangunan fisik, tetapi juga melestarikan aura dan taksu (kekuatan spiritual) Bali. Warisan sakral dari para leluhur dan guru-guru suci Bali dianggap sebagai sumber energi spiritual yang harus dilestarikan sepanjang masa. Dengan adanya peraturan ini, diharapkan kesucian dan keluhuran warisan tersebut tetap terjaga, sehingga aura dan taksu gumi Bali (tanah Bali) dapat terus memberikan berkah dan ketenangan bagi seluruh masyarakat.
Implementasi Peraturan
Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 mengatur berbagai aspek perlindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan. Ini termasuk pengawasan ketat terhadap kegiatan yang dapat merusak kesucian pura dan simbol keagamaan, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi. Pemerintah Bali juga bekerja sama dengan masyarakat adat, pemuka agama, dan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa peraturan ini dilaksanakan dengan baik.
Baca juga: Tata Titi Kehidupan Berbasis Kearifan Lokal, Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru
Dukungan dari Masyarakat
Program perlindungan ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Bali. "Kami sangat berterima kasih kepada Bapak Gubernur Wayan Koster yang telah memperhatikan dan melindungi warisan sakral kami," ujar I Ketut Karben Wardana, Bendesa Adat Guwang. Dukungan dari masyarakat adat ini menunjukkan betapa pentingnya program ini dalam menjaga dan melestarikan identitas budaya dan spiritual Bali.
Dampak Positif
Sejak diberlakukannya peraturan ini, terjadi peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat akan pentingnya menjaga kesucian pura dan simbol keagamaan. Banyak desa adat yang melakukan upaya nyata untuk merawat dan memuliakan pura serta pratima mereka. Selain itu, pemerintah juga aktif memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga warisan sakral ini.
Baca juga: Tata Titi Kehidupan Berbasis Kearifan Lokal, Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru
Harapan ke Depan
Dengan perlindungan yang kuat terhadap pura, pratima, dan simbol keagamaan, diharapkan Bali dapat terus menjaga identitas budayanya yang unik dan sakral. "Kami berharap program ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia, bahwa menjaga dan melestarikan warisan budaya dan spiritual adalah hal yang sangat penting," kata Gubernur Wayan Koster.
Kepemimpinan Gubernur Wayan Koster dan Wakil Gubernur Cok Oka Sukawati telah membawa Bali menuju era baru yang penuh dengan keharmonisan dan kesejahteraan. Melalui program perlindungan pura, pratima, dan simbol keagamaan, Bali tidak hanya menjaga warisan sakralnya, tetapi juga memperkuat identitas dan spiritualitas masyarakatnya. Dengan terus menjaga nilai-nilai kearifan lokal, Bali akan tetap menjadi pulau yang penuh dengan berkah dan kedamaian untuk generasi mendatang.(*)
Editor : LANI