SURABAYA | ARTIK ID - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya mengendalikan penyebaran virus HIV/AIDS, dengan memperluas layanan testing dan memasifkan skrining.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina, mengatakan, saat ini terdapat 122 layanan testing HIV di Kota Surabaya. Layanan tersebut tersebar di 63 puskesmas, 57 rumah sakit, dan 2 klinik utama.
Baca Juga: Fraksi PKS DPRD Kota Surabaya Dukung Pengembangan Ekonomi Kreatif untuk Masyarakat Surabaya
“Sedangkan, untuk pemberian layanan dukungan, perawatan dan pengobatan (PDP) HIV juga telah tersebar di 52 layanan di 38 puskesmas, 13 rumah sakit, dan 1 klinik utama,” kata Nanik, Jumat (1/12/2023).
Nanik menjelaskan, dengan memperluas layanan testing, maka kasus HIV dapat ditemukan sejak dini dan segera ditatalaksana melalui pengobatan sesuai standar.
Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat ARV bagi pasien terinfeksi HIV turut dipantau dan dikawal dengan ketat.
Selain memperluas layanan testing HIV, Pemkot Surabaya juga memperluas jejaring kemitraan dengan menggandeng komunitas peduli HIV, sebagai upaya pencegahan dan pengendalian penularan.
“Kota Surabaya terus memperluas jejaring kemitraan dengan menggandeng komunitas peduli HIV agar dapat mendukung dan berkolaborasi bersama dalam upaya pencegahan dan pengendalian,” papar Nanik.
Berdasarkan data Dinkes Kota Surabaya, total penemuan kasus HIV di Kota Surabaya hingga Oktober 2023 sebanyak 1.122 kasus.
Distribusi kasus HIV berdasarkan status kependudukan menunjukkan KTP Surabaya sebesar 600 (53,47 persen) dan KTP Non-Surabaya sebesar 522 (46,52 persen).
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan penemuan kasus HIV sebesar 27 persen (tahun 2022 : 827 kasus).
Baca Juga: Muhammad Syaifuddin, Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya, Soroti Peran Penting Perda Ekonomi Kreatif
Akan tetapi, berdasarkan status kependudukan menunjukkan bahwa penemuan kasus dengan KTP Surabaya pada tahun 2023 mengalami penurunan sebesar 17,39 persen dibandingkan tahun 2022.
Sedangkan, gambaran distribusi kasus HIV anak pada rentang usia ≤14 tahun sebanyak 7 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi penurunan sebanyak 1 kasus.
Indikasi terjadinya risiko penularan HIV pada anak, disebabkan oleh kurangnya kepatuhan minum obat ARV bagi ibu yang telah terinfeksi HIV karena tidak adanya dukungan dari pasangan (keluarga), serta ketidakberdayaan seorang istri terhadap permasalahan kesehatannya.
“Kami melakukan pemeriksaan HIV secara mobile menyasar pada RHU dan tempat-tempat yang diduga sebagai hotspot (lokasi) kelompok beresiko. Selanjutnya, melakukan layanan testing HIV yang di fasilitasi oleh layanan kesehatan, seperti puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, maupun klinik utama,” ujar Nanik.
Tak hanya itu, Dinkes Kota Surabaya terus melakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis bagi bayi usia minimal 6 minggu.
Baca Juga: Fraksi partai Gerindra DPRD kota Surabaya :Dukung Ekonomi Kreatif tingkatkan daya saing masyarakat.
Pihaknya juga melakukan skrining HIV secara rutin setiap 3 bulan sekali bagi perilaku kelompok berisiko penularan virus HIV. Pemberian pengobatan ARV Test and Treat juga diberikan secara gratis, serta memperluas akses pengobatan HIV pada puskesmas dan rumah sakit.
“Kami membentuk pendamping sebaya dari komunitas ODHIV di wilayah kerja untuk memberikan support psycho-sosial dan memberikan dukungan PMT bagi ODHIV untuk mempertahankan kondisi kesehatan dan imunitas, pendampingan, konseling dan home care untuk memperkuat kondisi psikologis pasien,” lanjutnya.
Dinkes Kota Surabaya juga berkolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain di lingkup Pemkot Surabaya dalam penanganan permasalahan kependudukan, seperti kebutuhan Akte dan Kartu Keluarga (KK).
“Penguatan kelompok dukungan sebaya (KDS) melibatkan ibu hamil HIV dan anak-anak dengan HIV juga terus dilakukan. Penguatan konseling oleh dokter atau psikolog di layanan HIV baik bagi pasien, pasangan pasien, dan keluarga juga demikian,” pungkas Nanik.
(red)
Editor : Fuart