Darurat Demokrasi, Lanyalla Tawarkan Konsensus Kembali ke Sistem Pancasila

avatar Artik

BOJONEGORO | ARTIK.ID - Akibat perubahan konstitusi tahun 1999 sampai 2002, bangsa ini mengalami darurat sistem demokrasi dan ekonomi. Untuk mengakhiri hal itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menawarkan Konsensus Nasional agar kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila.

"Setelah kembali kepada UUD 1945 naskah asli, kemudian dilakukan amandemen dan disempurnakan kelemahannya dengan teknik adendum, tanpa mengubah sistem bernegaranya," ujar LaNyalla dalam Kuliah Umum Wawasan Kebangsaan di Universitas Bojonegoro (Unigoro), Kamis (2/3/2023).

Baca Juga: Jadi Narasumber Utama Disertasi Doktor, AHY Puji Fundamentalisme Ketua DPD RI

Menurut LaNyalla, hal itu wajib dilakukan agar tidak memberi peluang praktik penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru.

"Itulah yang sekarang sedang saya tawarkan kepada bangsa ini. Mari kita perbaiki kelemahan naskah asli Konstitusi kita. Tetapi jangan kita mengubah total Konstruksi bernegara yang telah dirumuskan para pendiri bangsa," imbuh dia.

Dijelaskan LaNyalla, bangsa ini telah meninggalkan rumusan bernegara yang disusun para pendiri bangsa kita. Rumusan Bernegara yang terdapat di dalam Naskah Asli Undang-Undang Dasar 1945 telah diubah total dalam Amandemen di era reformasi saat itu.

"Perubahannya mencapai lebih dari 95 persen. Makanya Profesor Kaelan dari Universitas Gadjah Mada dalam penelitiannya menyebut hal itu bukan Amandemen Konstitusi, tetapi penggantian Konstitusi. Karena selain mengubah total isi pasal, juga mengubah format dan rumusan bernegara Indonesia," tukasnya.

"Pancasila tidak lagi tercermin dalam isi pasal-pasal Konstitusi hasil perubahan itu. Melainkan nilai-nilai lain, yaitu ideologi Liberalisme dan Individualisme," imbuhnya.

Ideologi asing itulah yang menurut LaNyalla menjadi penyebab ketidakadilan semakin terasa dalam 20 tahun belakangan ini. Dimana segelintir orang semakin kaya dan menguasai sumber daya Indonesia, sementara jutaan rakyat tetap miskin dan rentan menjadi miskin.

"Ini terjadi karena sejak era reformasi, ekonomi disusun oleh mekanisme pasar bebas. Negara tidak lagi berdaulat. Bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, juga cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak sudah dikuasai swasta," tuturnya.

Rakyat Indonesia, sebagai pemilik negara ini tidak bisa berbuat apa-apa. Buktinya Undang-Undang pro pasar bebas terus lahir, dan hutang yang harus dibayar generasi masa depan juga terus bertambah.

Baca Juga: LaNyalla Sebut Pendidikan Jadi Kunci, Indonesia Harus Belajar dari Korsel

"Kenapa rakyat tidak bisa berbuat apa-apa? Karena kedaulatan rakyat sudah dipindahkan kepada kedaulatan Partai Politik di DPR RI dan kedaulatan Presiden melalui Pilpres Langsung," tegas LaNyalla.

Hal itu, imbuhnya, akibat Perubahan Konstitusi empat tahap silam, yang menjadikan partai politik dan DPR RI serta pemerintah memiliki peran yang sangat kuat untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini.

"Oleh karena itu tidak ada pilihan. Darurat Sistem yang diakibatkan oleh Kecelakaan Perubahan Konstitusi harus kita akhiri dengan cara kembali kepada rumusan asli sistem bernegara dan sistem ekonomi Pancasila," papar dia.

Ketua Yayasan Arief Januwarso mengatakan, wawasan kebangsaan yang disampaikan LaNyalla sangat penting.

"Sangat perlu diajarkan pada mahasiswa, di tengah kondisi yang sekarang ini semakin hari semakin terpuruk, apalagi akhlak para anak anak muda. Apalagi terkait dengan amandemen UUD 45, kami sangat bahagia dan mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran beliau, ilmu yang sangat manfaat untuk mahasiswa kami, kami juga terima kasih pak Nyalla sudah mau ikut podcast di kampus kami. Sebuah kehormatan," katanya.

Baca Juga: Audiensi dengan Ketua DPD RI, Septinus Minta Masukan untuk Percepatan Pembangunan Papua

Hadir dalam kegiatan itu Ketua Yayasan Suyitno Bojonegoro Dr. Arief Januwarso, Rektor Universitas Bojonegoro Dr. Triastuti Handayani, Para wakil rektor Universitas Bojonegoro, Para dekan dan kaprodi di lingkungan Universitas Bojonegoro, dan Civitas Akademika Universitas Bojonegoro.

(diy)

 

Editor : Natasya