JAKARTA | ARTIK.ID - Tingkat inflasi per September 2023 menjadi topik hangat di media sosial. Banyak orang yang mengomentari angka 2,28% yang diumumkan oleh BPS. Apa arti angka ini dan bagaimana dampaknya bagi perekonomian Indonesia?
Angka 2,28% menunjukkan kenaikan harga barang dan jasa secara rata-rata dari September 2022 hingga September 2023. Angka ini lebih rendah dari kenaikan harga pada periode yang sama tahun lalu, yaitu 5,59%. Ini berarti inflasi tahun ini lebih terkendali dan stabil dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: ASII Umumkan akan Membagi Dividen Interim Rp3,96 Triliun pada Pemegang Saham
Namun, angka ini juga lebih tinggi dari kenaikan harga pada periode yang sama dua tahun lalu, yaitu 1,60%. Ini berarti inflasi tahun ini masih lebih tinggi dari inflasi sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti permintaan dan penawaran barang dan jasa, biaya produksi, kebijakan moneter dan fiskal, serta faktor eksternal seperti nilai tukar dan harga komoditas global.
Dari data BPS yang dipublikasikan, Senin (2/10), diketahui bahwa semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan harga pada September 2023. Kelompok makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang inflasi terbesar dengan kenaikan 4,17%. Ini menunjukkan bahwa permintaan akan bahan pangan masih tinggi di tengah pandemi.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi kedua terbesar dengan kenaikan 3,68%. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai meningkatkan pengeluaran untuk kebutuhan non-esensial seperti kosmetik, salon, spa, dan hiburan.
Baca juga: Tren Positif IHG Naik 1,07 Persen, Saham PT Royal Prima Juga Ikut Terbang
Kelompok penyediaan makanan dan minuman menjadi penyumbang inflasi ketiga terbesar dengan kenaikan 2,40%. Ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai beralih dari memasak di rumah ke makan di luar atau memesan makanan secara online.
Inflasi memiliki dampak positif dan negatif bagi perekonomian. Dampak positifnya adalah inflasi menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya beli masyarakat. Dampak negatifnya adalah inflasi menggerus nilai uang dan daya beli masyarakat.
Untuk mengatasi dampak negatif inflasi, pemerintah dan Bank Indonesia harus bekerja sama untuk menjaga stabilitas harga. Pemerintah harus mengendalikan defisit anggaran dan utang publik, serta meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor riil. Bank Indonesia harus menjaga suku bunga acuan dan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi ekonomi.
Baca juga: Terkait TikTok Live, SOKUL Sejahtera Dukung Pemerintah Tapi Kebijakannya Harus Pro UMKM
Tingkat inflasi yang ideal adalah sekitar 3% per tahun. Ini merupakan target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam kerangka inflasi terkendali. Dengan tingkat inflasi yang ideal, perekonomian Indonesia bisa tumbuh secara optimal dan berkelanjutan.
(ara)
Editor : Fuart