JAKARTA | ARTIK.ID - Dalam beberapa hari terakhir, media sosial dihebohkan oleh kabar bahwa 10 calon mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) melaporkan keinginan mereka untuk mundur dari jalur seleksi nasional karena tidak mampu membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
UKT adalah biaya pendidikan yang ditetapkan oleh UI berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa dan orang tua atau pihak lain yang membiayai.
Baca juga: Mahasiswa Unitomo, Aktivis 98, Jadi Wakil Menteri HAM di Kabinet Prabowo
Menurut informasi yang beredar, 10 calon mahasiswa tersebut berasal dari berbagai fakultas dan program studi di UI, seperti Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Mereka mengaku tidak bisa membayar UKT yang berkisar antara Rp 7,5 juta hingga Rp 20 juta per semester.
UKT di UI dibagi menjadi dua jenis, yaitu BOP-Berkeadilan (BOP-B) dan BOP-Pilihan. BOP-Berkeadilan hanya berlaku untuk program Sarjana Reguler dan dibagi menjadi enam kelompok dengan biaya mulai dari Rp 0 hingga Rp 7,5 juta per semester.
BOP-Pilihan berlaku untuk program Sarjana Paralel dan Kelas Internasional dan dibagi menjadi lima kelompok dengan biaya mulai dari Rp 10 juta hingga Rp 20 juta per semester.
Penentuan kelompok UKT dilakukan berdasarkan hasil verifikasi data yang diisi oleh calon mahasiswa saat melakukan pra-registrasi online.
Data tersebut meliputi informasi tentang penghasilan, aset, tanggungan, dan beban orang tua atau pihak lain yang membiayai. Jika calon mahasiswa tidak puas dengan hasil penentuan UKT, mereka bisa mengajukan banding dengan melampirkan bukti-bukti pendukung.
Namun, proses banding ini tidak selalu berhasil. Beberapa calon mahasiswa mengeluh bahwa mereka tidak mendapatkan respon atau penjelasan dari pihak UI setelah mengajukan banding.
Mereka merasa tidak adil karena harus membayar UKT yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi mereka. Mereka juga merasa tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan calon mahasiswa lain yang mampu membayar UKT.
Akibatnya, 10 calon mahasiswa tersebut memutuskan untuk mundur dari jalur seleksi nasional dan mencari alternatif lain untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka.
Keputusan ini tentu sangat disayangkan karena UI merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang menawarkan kualitas pendidikan dan fasilitas yang unggul. Selain itu, UI juga memiliki reputasi yang baik di tingkat nasional maupun internasional.
Mundurnya 10 calon mahasiswa UI karena mahalnya UKT menunjukkan bahwa masih ada masalah dalam sistem penentuan biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri.
Masalah ini harus segera ditangani oleh pemerintah dan pihak terkait agar tidak ada lagi calon mahasiswa yang terpaksa melepaskan mimpi mereka untuk kuliah di UI atau perguruan tinggi negeri lainnya. Pendidikan tinggi adalah hak setiap warga negara yang harus dijamin oleh negara tanpa diskriminasi.
Baca juga: Melalui KKN Tematik, Mahasiswa Unitomo Edukasi Warga Keboansikep Tentang Mitigasi Bencana
Dilansir dari Tempo, Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang mengungkapkan, 10 mahasiswa baru itu mengadu hampir tidak lagi melanjutkan kuliahnya di UI.
"Karena mahalnya biaya pendidikan, mereka hampir mundur,” ungkap Melki usai menggelar aksi simbolik di Lapangan Rotunda, Kampus UI Depok, Senin (26/06/2023)
“Ada orang tua mahasiswa yang menelepon saya kemarin nangis, ada yang sudah jadi pensiunan PNS, ada yang anak yatim, ada yang bekerja di sektor nonformal. Pokoknya orang-orang yang dalam kondisi menengah ke bawah dan tidak bisa mengakses banyak bantuan dari UI. Mereka itu adalah jalur prestasi SNBP," katanya.
Melki memaparkan, sampai hari ini ada sekitar 700- 800 mahasiswa yang mengadukan keberatan mengenai uang kuliah, 100 di antaranya masih merasa keberatan atas penetapan biaya pendidikan di UI.
“Angka yang mengajukan keberatan kemarin masih kami perjuangkan, total 100 lebih yang masih mengajukan keberatan. Awalnya 700 sampai 800 yang keberatan di tanggal 20 Juni, setelah data bisa dilihat tanggal 21 Juni. Dari 700-800 itu, masih ada 100 yang mengajukan keberatan karena dari penetapan biaya pendidikan yang ada, masih di luar kemampuan biaya finansialnya,” papar Melki.
Ia menyebutkan di luar 100 mahasiswa itu bukan berarti mereka menerima keringanan atau merasa puas. Namun, mereka memilih untuk segera membayar karena batas waktu pembayaran yang diberikan sudah semakin dekat.
“Total ada 100 lebih yang merasa penetapan biaya pendidikan di luar kemampuan. Angka itu hari ini kami usaha untuk memberikan pada pimpinan UI lewat Kemahasiswaan UI,” katanya.
Baca juga: Cak Fikom Sebut Unitomo Kampus Idaman Gen Z yang Ingin Meguasai Ilmu Komunikasi
Melki menuturkan jumlah calon mahasiswa baru yang merasa keberatan dengan biaya kuliah di UI kemungkinan akan bertambah karena jumlah 700-800 yang diterima saat ini baru dari satu jalur, yaitu SNBP.
“Ke depan ada SNBT dan SIMAK, yang dalam tanda kutip kami akan menerima ribuan lagi mahasiswa baru UI angkatan 2023. Itu adalah alasan kenapa tekanan-tekanan terus kami berikan kapanpun itu,” tutur Melki.
Melki menegaskan BEM UI akan terus melakukan upaya agar pihak kampus memperhatikan permasalahan ini dan akan melayangkan surat pada pimpinan UI.
Pihaknya juga akan mencoba untuk melakukan upaya, termasuk audiensi dan mencari bantuan lewat BEM fakultas yang punya program sendiri serta bisa memberikan bantuan di fakultasnya.
"Kami coba akses itu karena tidak bisa sepenuhnya mengharap dari UI. Kami akan melangsungkan tekanan lagi dan sortir data,” ucap Melki.
(diy)
Editor : Natasya