Ini 12 Temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil pada Tragedi Kanjuruhan

Artik

SURABAYA | ARTIK.ID - Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil telah melakukan penelusuran selama tujuh hari berturut-turut terkait tragedi Stadion Kanjuruhan. Ada 12 temuan dalam investigasi awal.

Sebanyak 12 temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil tersebut disampaikan ke publik, pada Minggu (9/10/2022), kemarin.

Baca juga: Made Desak Pemkot Malang Percepat Sosialisasi Masterplan Drainase

Tim investigasi yang terbentuk dari gabungan LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menduga ada kekerasan yang terjadi secara sistematis, yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

Menurut Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil, ada aktor lain, dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab, dan perlu diproses hukum lebih lanjut.

Adapun dugaan tersebut disimpulkan dari fakta-fakta di lapangan yang ditemukan.

Berikut ini merupakan 12 temuan awal Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil seputar tragedi Kanjuruhan.

Pertama, pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu.

Kedua, ada sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan ketika pertandingan selesai. Berdasarkan keterangan saksi-saksi, hal tersebut terjadi karena supoter ingin memberikan dorongan motivasi dan dukungan moral kepada pemain.

Namun, hal tersebut justru direspons secara berlebihan oleh aparat keamanan yang berakibat terjadinya tindak kekerasan. Suporter lain akhirnya turun ke lapangan untuk menolong suporter yang mengalami tindak kekerasan dari aparat.

Ketiga, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain yang memiliki dampak pencegahan, berupa perintah lisan atau suara peringatan, hingga kendali tangan kosong lunak, sebelum tindakan penembakan gas air mata.

Padahal, berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, Polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

Keempat, tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk, seperti menyeret, memukul, dan menendang.

Baca juga: Postingan Terkait Tragedi Itaewon di Instagram G-Dragon Tuai Polemik

Kelima, berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribune Selatan, Timur, dan Utara, sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter.

Keenam, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci saat penonton hendak keluar karena akses evakuasi yang sempit. Hal ini berakibat sangat fatal, mulai dari penonton sulit bernapas dan jatuh korban jiwa.

Ketujuh, para suporter yang berhasil keluar minim mendapatkan pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian. Akhirnya, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

Kedelapan, peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi juga terjadi di luar stadion. Diketahui, aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

Kesembilan, pasca-peristiwa, ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi, baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Tim menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

Kesepuluh, tidak ada informasi yang mendetail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka-luka yang dapat diakses bebas oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh kepolisian.

Baca juga: Terkait Insiden Kanjuruhan, Ketua Umum PSSI Akan Diperiksa Kembali

Kesebelas, tim Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil sudah berkomunikasi langsung dengan Komnas HAM dan LPS untuk menyampaikan sejumlah laporan dan pendalaman fakta.

Namun, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil belum terlihat secara riil menemui sejumlah saksi dan korban.

Poin terakhir, yakni keduabelas, tim menekankan bahwa penggunaan terminologi “kerusuhan” merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan.

Dalam peristiwa ini yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil.

Selain itu, narasi penemuan minuman beralkohol juga dapat menyesatkan fokus untuk penerangan kasus. Sebab, tidak mungkin ada minuman alkohol yang bisa masuk ke dalam stadion karena sudah ada pengecekan secara ketat oleh panpel dan aparat.

(ara)

Editor : Fuart

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru