Kontroversi Tunjangan DPR RI, Dasco Klarifikasi Rp50 Juta Dipakai Kontrak Rumah

Reporter : Fudai
Foto Istimewa

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memberikan penjelasan tambahan mengenai tunjangan anggota dewan yang sempat menuai polemik. Menurutnya, alokasi Rp50 juta per bulan yang diberikan selama satu tahun tidak dimaksudkan sebagai tunjangan bulanan, melainkan untuk keperluan kontrak rumah anggota DPR selama masa jabatan lima tahun, yakni periode 2024–2029.

“Dana tersebut sebenarnya untuk sewa rumah anggota dewan selama lima tahun. Hanya saja, karena anggarannya tidak bisa dibayarkan sekaligus, maka dicicil setiap bulan selama satu tahun,” kata Dasco, dikutip dari Kompas.

Baca juga: Puan Maharani Persilakan Massa Aksi 25 Agustus, Pintu DPR Selalu Terbuka Lebar

Ia menambahkan, jika publik kembali mengecek daftar tunjangan anggota DPR pada November 2025, angka Rp50 juta itu sudah tidak akan muncul lagi. “Mungkin penjelasan sebelumnya kurang detail, sehingga menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat,” jelas politikus Partai Gerindra itu.

Sementara itu, unjuk rasa menolak besarnya gaji dan tunjangan anggota DPR yang mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan masih berlangsung hingga Senin (25/8) malam di sekitar Gedung DPR, Jakarta. Aksi tersebut sempat berujung ricuh.

Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa, termasuk sekelompok pelajar berseragam SMA yang ikut melempar batu ke arah aparat.

Bahkan, kericuhan sempat merembet ke jalur KRL Tanah Abang, Palmerah, sehingga perjalanan kereta terganggu. Hingga malam hari, belasan demonstran, termasuk beberapa pelajar, ditangkap polisi. Namun, sampai Selasa (26/8) siang, status hukum mereka belum dijelaskan secara resmi.

Dilansir dari BBC pada Senin sore, menunjukkan aparat Brimob menembakkan gas air mata lebih dari lima kali hanya dalam kurun waktu 30 menit. Massa pun dipukul mundur hingga ke kawasan Gelora Bung Karno (GBK) dan banyak yang mencari perlindungan di Senayan Park.

Di lokasi, sejumlah orang mengalami perih di mata dan sesak napas akibat gas air mata. Kantor berita Antara melaporkan, massa dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pelajar, tetap berusaha menuju Gedung DPR melalui Jalan Gatot Subroto maupun jalur tol dalam kota. Beberapa bahkan membawa bendera partai politik.

Dalam aksi tersebut, terdengar teriakan-teriakan yang menuntut DPR dibubarkan. “Kalian digaji dari uang rakyat!” teriak seorang demonstran.

Beragam latar belakang massa hadir dalam unjuk rasa ini. Danar, seorang mahasiswa di Jakarta, mengatakan bahwa dirinya datang bukan atas nama kampus, melainkan sebagai warga negara yang kecewa dengan kebijakan pemerintah.

Baca juga: RAPBN 2026, Sri Mulyani Sebut Pemerintah Dorong Belanja Berkualitas dan Pembangunan Berkelanjutan

“Saat masyarakat banyak yang terkena PHK, anggota DPR justru menerima gaji dan tunjangan puluhan hingga ratusan juta,” ujarnya.

Alfin, pengemudi ojek daring asal Cijantung, juga ikut turun ke jalan bersama rekannya. Ia menilai DPR tidak berpihak pada rakyat. “Kami susah mencari uang, tapi gaji DPR terlalu besar,” katanya.

Rahmini, buruh pabrik berusia 46 tahun asal Cikarang, bahkan rela meninggalkan pekerjaannya untuk ikut berdemo. Ia mengaku marah ketika mengetahui besarnya gaji dan tunjangan DPR.

“DPR tidak mencerminkan kepentingan rakyat, justru membuat hidup kami makin susah,” tegasnya.

Gelombang protes ini sebelumnya juga ramai disuarakan warganet di media sosial. Pemberitaan mengenai besarnya pendapatan anggota DPR menjadi pemicu utama munculnya tuntutan pembubaran lembaga tersebut.

Baca juga: APBN Daerah Didorong Pelopori Motor Implementasi Asta Cita

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua DPR RI Puan Maharani mengajak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dengan cara yang saling menghormati. Ia berjanji DPR akan menampung masukan rakyat untuk memperbaiki kinerja lembaga.

“Kami minta masukan dari masyarakat agar DPR bisa lebih baik dalam membangun bangsa dan negara,” ujarnya usai menerima tanda jasa dari Presiden Prabowo di Istana Negara, Senin (25/8).

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima mengingatkan aparat keamanan agar tidak bertindak represif.

“Kami harapkan cara-cara persuasif lebih diutamakan agar situasi tetap kondusif,” tuturnya. (red)

 

Editor : Fudai

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru