Bendera Fiksi Diruang Publik, Sah Saja Asalkan Patuhi Aturan Tutur Arjuna

Reporter : rudi
Arjuna Rizki sekretaris Komisi D DPRD Surabaya. (Doc.rudi)

SURABAYA – Viral Mural One Piece menuai beragam reaksi. Namun, bagi Arjuna Rizki Dwi Krisnayana, Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya, fenomena ini bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan. itu hanyalah bentuk ekspresi kreativitas generasi muda selama masih dalam koridor hukum.

"Menurut saya sih ya sudah lah, enggak apa-apa. Itu bentuk ekspresi dari masyarakat. Mungkin mereka cuma ngefans," tutur Arjuna, pada Warta Artik.id Senin (11/08)

Baca juga: Sampah Bludak, DLH Tegakkan Perda, Sanksi 50jt Menanti Warga. "Siapa Yang Salah"..!!

Arjuna menambahkan,selama pemasangan bendera tersebut tidak melanggar aturan seperti ukuran yang melebihi bendera negara, ketinggian yang tidak sesuai, atau tindakan mencoret-coret simbol negara maka hal itu sah-sah saja.

"Yang penting jangan lebih besar, lebih tinggi dari bendera merah putih. Kalau itu dipatuhi, ya enggak masalah." tegasnya

kecintaan terhadap karakter fiksi seperti Luffy bukan berarti mengikis rasa nasionalisme. Justru, Ia melihat semangat anak muda saat ini tetap tinggi dalam mencintai Indonesia, meski dibalut dalam ekspresi budaya populer.

Baca juga: Abdul Malik Dukung SE Wali Kota Surabaya, Hormati Bendera Pusaka, Jaga Marwah Bangsa

“Saya sendiri nonton One Piece dari SD. Di situ banyak pesan moral bagus. Memang bajak laut, tapi itu simbol kebebasan. Masak iya, Luffy mau datang ke sini terus makar?” candanya.

Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya itu menilai, negara demokrasi seperti Indonesia seharusnya memberi ruang bagi warganya untuk mengekspresikan diri, termasuk lewat musik, film, maupun simbol visual seperti bendera.

Baca juga: Abdul Malik Dukung SE Wali Kota Surabaya, Hormati Bendera Pusaka, Jaga Marwah Bangsa

“Ekspresi masyarakat itu bermacam-macam. Masa dilarang? Pemerintah pusat juga sudah menyampaikan, boleh saja, asal tidak melanggar aturan yang ada," pungkasnya. 

Fenomena ini sekaligus membuka diskusi tentang bagaimana budaya populer membentuk identitas generasi muda Indonesia bukan untuk menggantikan nasionalisme, tapi memperkaya bentuk ekspresinya. (Rda) 

Editor : rudi

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru