Kawal Proses Demokrasi, PWI Jatim Ajak Pers Dorong Partisipasi Publik

Reporter : Mohammad
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)Jawa Timur, dalam diskusi Sygma Research and Consulting, di Aula PWI Jawa Timur, Jl Taman Apsari Surabaya, Rabu (18/9/2024). (foto: Kristian)

SURABAYA | ARTIK.ID - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Lutfil Hakim, menegaskan pers harus mendorong partisipasi publik dalam mengawal proses demokrasi.

Penegasan itu terungkap pada diskusi yang digelar Sygma Research and Consulting, di Aula PWI Jawa Timur, Jl Taman Apsari Surabaya, Rabu (18/9/2024)."Pers harus mendorong partisipasi publik dan memahami kapasitas dirinya dalam mengawal proses demokrasi," tuturnya.

Baca juga: Ketua PWI Jatim Menyebut, Peserta yang Lulus UKW Harus Berkompeten dan Bermoral

"Pers harus mendorong partisipasi publik dan memahami kapasitas dirinya dalam mengawal proses demokrasi," tuturnya.

Pada kesempatan itu Lutfil juga menyoroti peran pers dalam proses pilkada. Maksudnya, wartawan atau pers dituntut untuk berpengetahuan lebih, agar bisa melakukan langkah tersebut.

Sementara Sygma Research and Consulting sendiri menggelar diskusi bertujuan mengawal demokrasi yang 'Bersih dan Beradab'.

Diskusi dihadiri kalangan Akademisi, Politisi, Aktivis dan Mahasiswa itu mengambil tema "Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab".

Acara dibuka dengan sambutan dari CEO Sygma Research and Consulting, Ken Bimo Sultoni, S.I.P., M.Si.

Dia menggarisbawahi pentingnya menjaga demokrasi Indonesia agar tetap berlandaskan moralitas, transparansi, dan rasa keadilan.

Ken Bimo juga menyatakan demokrasi yang bersih bukan hanya tentang pemilihan umum yang adil, tetapi juga mencakup bagaimana kejujuran, integritas, dan akuntabilitas dijaga di setiap elemen pemerintahan dan masyarakat. 

"Demokrasi beradab tidak sekadar kebebasan berekspresi, tetapi kebebasan yang berdasarkan etika dan penghormatan terhadap hak asasi manusia," katanya.

Baca juga: Lutfil Hakim: Dewan Pers Perlu Mengukur Perilaku Wartawan sebagai Kontrol Pemerintah

Sementara Dr. Jamil, Akademisi dari Universitas Bhayangkara Surabaya, mengkritisi relasi politik dan hukum dalam pilkada. 

Ia menyatakan bahwa ASN dan aparat seringkali digunakan sebagai alat oleh petahana dalam kontestasi politik.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Harliantara, Dekan Fikom Unitomo, menekankan pentingnya integritas dalam masyarakat.

Dia bahkan menyebutkan bahwa kontrol terhadap masa jabatan kepala daerah diperlukan untuk menjaga demokrasi yang sehat. 

Dr. Umar Sholahudin dari Universitas Wijaya Kusuma yang juga sebagai pembiacara diskusi, memberikan perspektif tentang peran "invisible hand" dalam pilkada, seraya mengajak untuk memperkuat kelompok oposisi non-parlemen sebagai penyeimbang proses politik.

Baca juga: Ratusan Anggota dan Pengurus PWI Jatim Hadir ke Kongres XXV di Jabar

Dalam sesi tanya jawab, Nashir, seorang aktivis dari Malang, mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana menerapkan nilai-nilai demokrasi yang bersih dan beradab di daerah-daerah yang sering kali terpinggirkan. 

Ia juga mempertanyakan bagaimana mengatasi intervensi institusi negara dalam proses demokrasi tanpa merusak hubungan antara masyarakat sipil dan negara.

Acara ini ditutup dengan ajakan dari Ken Bimo Sultoni untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih baik.

"Langkah konkret itu adalah memastikan bahwa demokrasi dapat dijaga di semua tingkatan, dari nasional hingga akar rumput," ujarnya.(mamad)

Editor : Mohammad

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru