Workshop Bali Vokasi Utama, Menggali Peranan Aspek Hukum dalam Perjanjian Kredit dan Eksekusi Agunan

Reporter : Lani

DENPASAR | ARTIK.ID - Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Bali Vokasi Utama sukses menyelenggarakan workshop bertema "Peranan Aspek Hukum dalam Perjanjian Kredit dan Eksekusi Agunan sebagai Upaya Mengatasi Kredit Bermasalah" pada Sabtu, 8 Juni 2024, di Hotel Nirmala, Jl. Mahendradata No. 81, Padangsambian, Denpasar. Acara ini dihadiri oleh berbagai lembaga keuangan mikro dari seluruh Bali, dan berlangsung dengan sangat antusias.

Workshop ini menarik perhatian sekitar 120 hingga 150 peserta, yang sebagian besar berasal dari Bank Perekonomian Rakyat (BPR), koperasi, dan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Selain itu, acara ini juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskopinda) serta dinas-dinas terkait dari seluruh kabupaten di Provinsi Bali.

Baca juga: LPK Bali Vokasi Utama Gelar Workshop Hukum untuk Atasi Kredit Bermasalah

Adv. Dr. I Made Sari, SH., MH., CLA., CBLC., yang menjadi pemateri dalam acara tersebut, menyampaikan pandangannya saat diwawancarai bersama media ini. “Saya merasa bangga melihat antusiasme peserta yang tinggi untuk memahami persoalan-persoalan hukum. Di koperasi,BPR dan LPD, perangkat hukumnya, baik kelembagaan maupun organisasinya, masih perlu dibenahi. Tanpa pembenahan ini, celah-celah hukum yang merugikan Koperasi masih tetap ada,” ungkap Dr. I Made Sari.

Beliau menambahkan, "Kekhawatiran saya adalah perkembangan koperasi, BPR maupun LPD yang tidak bisa mengikuti perkembangan pengetahuan masyarakat terhadap hukum. Sekarang masyarakat sudah melek hukum, dan debitur-debitur nakal bisa memanfaatkan celah hukum tersebut untuk merugikan koperasi, BPR maupun LPD."

Baca juga: LPK Bali Vokasi Utama Gelar Workshop Hukum untuk Atasi Kredit Bermasalah

Dalam diskusi, salah satu topik yang banyak dibahas adalah eksekusi agunan, terutama eksekusi fidusia melalui pengadilan. Prosesnya dianggap panjang dan mahal, sedangkan nilai kreditnya seringkali tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. "Pelaksanaan eksekusi fidusia di lapangan sering gagal, objek eksekusi tidak ada dan harus dicari melalui laporan polisi. Prosesnya memakan waktu dan biaya," jelas Dr. I Made Sari.

Ia juga menyoroti masalah AYDA yg diatur dalam POJK yaitu agunan kredit macet yg diambil alih oleh kreditur baik dgn penyerahan sukarela oleh debitur maupun pengambilalihan agunan melalui lelang. "AYDA sudah berlaku baik untuk bank umum, bank syariah, maupun bank perekonomian rakyat. Namun, apakah IDA ini juga berlaku untuk koperasi dan LPD? Ini masih menjadi tanda tanya dan perlu kajian mendalam," tambahnya.

Workshop ini membuka wawasan para peserta mengenai pentingnya sinkronisasi regulasi antara koperasi, LPD, dan BPR. Dr. I Made Sari berharap agar para pelaku lembaga keuangan lebih terbuka terhadap regulasi dan hukum yang ada. "Pemahaman dan keterbukaan terhadap regulasi sangat penting agar koperasi, LPD, dan BPR tidak menghadapi masalah di kemudian hari," pesannya.

Baca juga: I Ketut Suta Tekankan Profesionalisme dan Kepatuhan Koperasi Sesuai Permenkop No 8 Tahun 2023

Antusiasme peserta sangat tinggi hingga waktu terasa kurang untuk tanya jawab. Untuk menjembatani kebutuhan ini, Dr. I Made Sari membuka grup diskusi agar komunikasi dan pertukaran informasi dapat terus berlanjut.

Workshop ini diharapkan memberikan pemahaman yang lebih dalam bagi para insan koperasi, LPD, dan BPR dalam mengelola risiko kredit dan memahami aspek hukum yang berlaku, sehingga mereka dapat mengatasi kredit bermasalah dengan lebih efektif di masa depan.(*)

Editor : LANI

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru