SURABAYA — Suara mahasiswa kembali menggelegar, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara (BEM NUS) Jawa Timur menyalakan bara perlawanan terhadap ancaman militerisasi ruang digital lewat diskusi publik bertajuk “Bedah Kritis Ancaman Tersembunyi di Balik Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS)”, yang digelar di Rumah Bhineka Nginden, Surabaya, Senin (03/11).
Baca juga: BEM Nusantara Jatim Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran
Kegiatan ini menjadi panggung refleksi dan perlawanan intelektual terhadap potensi lahirnya otoritarianisme siber di Indonesia, sebuah bayangan kelam di balik kebijakan yang disebut-sebut dapat menyeret militer ke ranah sipil dan digital yang seharusnya demokratis.
Acara dibuka dengan pementasan puisi oleh mahasiswa Universitas Katolik Darma Cendekia (UKDC) dan tari tradisional Jejer Banyuwangi, sebelum Koordinator Daerah (Korda) BEM Nusantara Jatim menyampaikan orasi pembuka yang membakar semangat peserta.
Diskusi publik ini menghadirkan tiga pembicara utama:
1. Dr. Victor Immanuel Williamson, S.H., M.H. – Rektor Universitas Katolik Darma Cendekia
2. Jauhar Kurniawan – Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya
3. Hasan Amirin – Direktur Eksekutif PPSHI
Dipandu oleh Rizki Maulana H., Sekretaris BEM Nusantara Jawa Timur, acara ini dihadiri lebih dari 50 mahasiswa dari berbagai kampus seperti Unitomo, UKDC, FISIP UPN Jatim, Unipra, hingga perwakilan mahasiswa dari Pamekasan, Banyuwangi, dan Malang.
Baca juga: BEM Nusantara Jatim Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Gibran
Para narasumber satu suara: RUU KKS berpotensi menyeret ranah digital di bawah kendali aparat pertahanan, bukan lembaga sipil yang independen. Langkah ini, mereka tegaskan, adalah lonceng bahaya bagi demokrasi dan kebebasan digital Indonesia.
“Isu siber tidak boleh dijadikan alasan untuk mengembalikan hegemoni militer di ranah sipil. Kita harus tegas: TNI kembali ke barak, dan ranah siber dijaga otoritas sipil yang transparan,” tegas salah satu narasumber.
Korda BEM Nus Jatim, Helvin Rosiyanda Putra, menegaskan sikap mahasiswa: menolak segala bentuk penyusupan militer dalam regulasi sipil.
“Berbicara soal siber jangan sampai jadi celah bagi militer untuk masuk. RUU ini sempat ditarik dari Prolegnas karena menuai protes publik, namun kini kembali dihidupkan secara senyap. Kita tidak boleh lengah — karena di situlah ancaman terhadap demokrasi digital kita mengintai,” ujar Helvin lantang.
Baca juga: Aksi Mahasiswa, Kapolrestabes Surabaya bersama Ketua DPRD Jatim Temui Mahasiswa
Sementara Sekretaris Daerah BEM Nus Jatim menambahkan bahwa ruang digital harus dijaga dari tangan kekuasaan yang berlebihan.
“Kami tidak menolak regulasi siber. Yang kami tolak adalah ketika keamanan dijadikan dalih untuk membungkam kebebasan berekspresi dan mengontrol informasi publik. Prinsip reformasi jelas: TNI ke barak, bukan ke ruang siber,” tegasnya.
Lewat forum ini, BEM Nusantara Jawa Timur menegaskan komitmennya untuk mengawal proses legislasi yang berpihak pada demokrasi digital, menolak militerisasi ruang siber, dan memperkuat literasi kritis mahasiswa terhadap kebijakan negara.
Acara ditutup dengan refleksi bersama, sesi foto solidaritas, dan komitmen untuk bergerak di tiap kota,membawa pesan bahwa demokrasi siber harus dijaga, dan suara mahasiswa tidak akan pernah dibungkam oleh regulasi otoritarian. (Rda)
Editor : rudi