Diserang di Medsos, Dukungan Khofifah dari Ulama, Professional, Pemuda dan Rakyat Semakin Besar

Reporter : Mohammad
Dr. H. Romadlon, MM: adalah alumni S-3 UIN SATU Tulungagung. Pemberdaya Masyarakat di Bidang Sosial dan Pendidikan Islam. Wakil Ketua PW ISNU Jatim. Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Provinsi Jatim. Ketua Yayasan Sosial dan Pendidikan Al-Huda Ins

SURABAYA - Dunia maya kembali dihebohkan dengan beredarnya video hoaks yang mencatut nama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Dalam video tersebut, disebutkan bahwa Khofifah menawarkan motor murah seharga Rp500.000 kepada masyarakat. Video yang beredar luas di TikTok ini sontak menuai perhatian publik, namun setelah diverifikasi, konten tersebut terbukti manipulatif dan menyesatkan.

Fenomena penyebaran hoaks semacam ini bukan hanya sekadar candaan digital. Ini adalah bentuk serangan terhadap integritas seorang pemimpin daerah, yang berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dalam iklim demokrasi yang sehat, penyebaran informasi palsu semacam ini harus dilawan dengan tegas dan sistematis.

Selain itu, bahwa serangan terhadap Khofifah Indar Parawansa bukan sekadar manuver politik. Tapi, hal itu mencerminkan keteguhan seorang pemimpin yang bekerja dalam senyap, berpijak pada ilmu, dan teguh pada kemaslahatan rakyat.

Di tengah hiruk-pikuk politik saat ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kembali menjadi sasaran berbagai serangan politik, termasuk di media sosial. Dari narasi manipulatif hingga video hoaks yang sengaja disebarluaskan, semua mengarah pada satu titik: upaya menjatuhkan integritas pemimpin perempuan yang telah dua periode membuktikan kinerjanya secara nyata.

Namun, serangan ini justru mempertegas satu hal bahwa Khofifah bukan pemimpin biasa. Ia adalah sosok visioner, rasional, dan bersandar pada prinsip serta referensi keilmuan dalam setiap kebijakan.

Narasi Negatif dan Operasi Sistematis

Sumber internal Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengungkap bahwa pola serangan terhadap Khofifah tampak sistematis, terstruktur, dan masif. Terindikasi kuat bahwa ini adalah agenda politik terselubung untuk menggiring opini publik agar menjauh dari figur yang berpengaruh dan disegani di tingkat lokal maupun nasional.

“Ibu Gubernur menyadari adanya upaya memecah belah, baik dari luar maupun dalam. Serangan ini bukan karena beliau lemah, tetapi justru karena beliau terlalu kuat,” ujar salah satu tokoh senior Pemprov.

Tokoh Nahdlatul Ulama dan akademisi menyampaikan bahwa bila Khofifah tidak memiliki pengaruh besar, tentu tak akan menjadi sasaran serangan. “Ini justru membuktikan bahwa Bu Khofifah adalah simpul penting dalam pembangunan Jawa Timur,” ujar seorang profesor dari lingkungan kampus NU di Surabaya. Ia pun mengimbau masyarakat agar tidak mudah termakan narasi provokatif yang jauh dari fakta.

Pembelaan paling kuat datang dari ulama karismatik nasional, Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA, yang menegaskan bahwa Khofifah adalah pemimpin referensial dan sangat hati-hati dalam bertindak.

"Beliau tidak tergesa-gesa, tidak overacting, dan tidak mengambil keputusan berdasarkan popularitas sesaat. Karena tergesa-gesa itu dari setan, sedang ketenangan berpikir datang dari Allah SWT," kata Kiai Asep sambil mengutip hadits Nabi SAW.

Kiai Asep menyatakn bahwa Khofifah dalam setiap kebijakannya senantiasa merujuk pada kaidah fiqhiyah: "Tasharruful imam ‘alar ra’iyah manutun bil maslahah" — Kebijakan seorang pemimpin harus selalu mengarah pada kemaslahatan umat.

Serangan Tentang Permintaan Pemutihan Pajak

Salah satu contoh, soal isu pemutihan pajak kendaraan yang sedang ramai di media sosial menjadi contoh bagaimana narasi dibelokkan untuk menyerang. Banyak yang membandingkan kebijakan Pemprov Jatim dengan provinsi lain tanpa memahami konteks dan distribusi fiskal yang berlaku.

Menurut Kiai Asep, kebijakan yang diambil Khofifah untuk tidak menghapus pokok pajak adalah cerminan dari prinsip keadilan. “Kalau semua dibebaskan, mereka yang taat membayar pajak bisa merasa dirugikan. Ini bisa memicu kecemburuan sosial.

Perlu diketahui, 70% dari pajak kendaraan disalurkan ke kabupaten/kota, dan 30% ke provinsi. Jadi, ini bukan semata-mata kebijakan Gubernur, tapi bagian dari tanggung jawab fiskal yang harus dijalankan secara proporsional dan hati-hati.

Di balik kerja-kerja sunyi yang dijalankan Khofifah—dari pendidikan, sosial, hingga infrastruktur—Kiai Asep mengingatkan bahwa komunikasi publik masih menjadi tantangan. “Orang-orang di sekitar beliau harus sigap menjelaskan kebijakan dan tidak membiarkan opini liar berkembang. Jangan sampai justru menjadi beban,” ujarnya.

Mendapat Dukungan Rakyat dan Ulama

Dukungan masyarakat dan para ulama tetap mengalir deras. Dalam Ramadan lalu, Kiai Asep sendiri membagikan lebih dari 48.000 paket bantuan sebagai simbol nyata dari nilai keberkahan dan kepedulian sosial yang sejalan dengan semangat Khofifah.

Selain itu, bahwa di tengah arus deras narasi negatif yang menyerang Ibu Khofifah Indar Parawansa secara masif dan terstruktur di media sosial, suara kebijaksanaan dan kejujuran datang dari KH Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MH — Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur.

Dalam pernyataannya, beliau memberikan penegasan moral bahwa masyarakat Jawa Timur tidak boleh larut dalam opini sesat yang dibungkus kepentingan politik sesaat.
Menurutnya, Jawa Timur membutuhkan kepemimpinan yang teruji, bukan fitnah dan provokasi.

Di tengah arus deras narasi negatif yang menyerang Ibu Khofifah Indar Parawansa secara masif dan terstruktur di media sosial, suara kebijaksanaan dan kejujuran datang dari KH Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MH — Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Timur dan Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur. Dalam pernyataannya, beliau memberikan penegasan moral bahwa masyarakat Jawa Timur tidak boleh larut dalam opini sesat yang dibungkus kepentingan politik sesaat.

Beliau menegaskan bahwa, “Prestasi demi prestasi telah ditorehkan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa dan Bapak Emil Dardak. Tentu capaian itu harus kita syukuri bersama, karena dengan kerja keras dan sinergi yang mereka bangun, Jawa Timur berhasil mencatatkan prestasi di atas rata-rata nasional dalam berbagai bidang.”

Pernyataan ini bukanlah pujian kosong. Rekam jejak Ibu Khofifah di berbagai sektor — pendidikan, kesejahteraan sosial, pemberdayaan ekonomi umat, penanganan bencana, hingga digitalisasi layanan publik — telah membawa Jawa Timur menjadi salah satu provinsi paling maju dan responsif di Indonesia. Bahkan, selama masa pandemi, kepemimpinan beliau menunjukkan kualitas leadership yang sigap, empatik, dan terorganisasi.

Kepercayaan Publik yang Bukan Kebetulan

KH Mutawakkil menambahkan bahwa terpilihnya kembali pasangan Khofifah-Emil bukanlah semata-mata hasil dari popularitas belaka, melainkan buah dari kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap keberlanjutan pembangunan yang telah terbukti manfaatnya. “Ini bukan sekadar pengulangan kepemimpinan, tapi penegasan bahwa rakyat ingin keberlanjutan atas pembangunan yang telah dirasakan manfaatnya,” ujar beliau.

Tentu saja, seperti yang beliau katakan dengan bijak, tidak ada kepemimpinan yang sempurna. Tapi yang terpenting adalah adanya komitmen kuat untuk terus memperbaiki, menyempurnakan, dan merangkul seluruh elemen masyarakat dalam pembangunan. Dan itu yang telah ditunjukkan Ibu Khofifah selama ini — kepemimpinan yang merangkul, bukan memukul; kepemimpinan yang melayani, bukan menyakiti.

Oleh karena itu, kita semua seluruh elemen masyarakat dan bangsa bersama untuk menjaga etika demokrasi dan ukhuwah sosial. Sebab, biasanya, dalam konteks menjelang event semacam Pilkada dan lainnya, maka suasana sosial dan media seringkali menjadi ruang perang narasi.

Oleh sebab itu, KH Mutawakkil menyerukan kepada semua pihak, terutama tokoh agama dan masyarakat, agar tidak terjebak dalam jebakan fitnah. Beliau mengajak, “Jangan biarkan narasi negatif di media sosial memecah fokus dan niat baik dalam membangun Jawa Timur. Mari kita jaga etika demokrasi dan ukhuwah sosial dengan memberikan kritik yang konstruktif dan tidak menyesatkan.

Ini adalah seruan luhur. Kritik tentu sah dan sehat dalam demokrasi, tapi kritik yang membangun bukanlah tuduhan tak berdasar, apalagi provokasi yang menyesatkan. Jawa Timur memerlukan kedewasaan kolektif dalam berdemokrasi, bukan polarisasi yang mengoyak keutuhan sosial.

Dukungan Generasi Muda

Di tengah derasnya arus informasi digital yang tak terbendung, masyarakat Indonesia menghadapi tantangan serius: bagaimana membedakan antara fakta dan rekayasa, antara informasi yang mencerahkan dan hoaks yang menyesatkan. Fenomena penyebaran berita palsu, terutama yang menyasar tokoh publik, menjadi ancaman nyata bagi kesehatan demokrasi dan ketertiban sosial.

Salah satu tokoh yang kembali menjadi sasaran hoaks adalah Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Baru-baru ini, sebuah video hoaks yang mencemarkan nama baiknya beredar luas di media sosial. Kejadian ini bukanlah yang pertama; sebelumnya pun ia beberapa kali menjadi korban disinformasi yang merugikan.

Merespons kondisi tersebut, dukungan datang dari kalangan generasi muda, khususnya dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur. Melalui Pengurus Koordinator Cabang (PKC), PMII Jatim menunjukkan kepedulian dan sikap tegas terhadap maraknya penyebaran hoaks. Sekretaris PKC PMII Jatim, Moh Sholikhul Hadi, mendesak Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk segera bertindak dan memproses pelaku penyebar video tersebut.

“Tindakan tegas harus dilakukan agar ada efek jera. Ini bukan semata soal nama baik Ibu Khofifah, tapi juga soal perlindungan terhadap integritas publik dan ketertiban informasi,” ujar Sholikhul Hadi.

Menurutnya, penyebaran hoaks tidak hanya mencoreng nama baik individu, tetapi juga bisa menggerus kepercayaan publik terhadap institusi negara dan merusak tatanan sosial. Karena itu, PMII Jatim mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih bijak dalam menyerap informasi, serta tidak mudah terpancing oleh narasi provokatif yang belum terverifikasi. Jangan biarkan ruang publik kita dikotori oleh kebohongan. Kritis dan cerdaslah dalam bermedia sosial.

Lebih dari sekadar reaksi terhadap satu peristiwa, PMII Jatim menekankan pentingnya peningkatan literasi digital sebagai langkah strategis untuk membentengi masyarakat dari ancaman informasi sesat. Di era digital saat ini, kemampuan untuk memilah dan memahami informasi menjadi bekal utama dalam menjaga kualitas demokrasi.

Bahwa, sesungguhnya, berita hoaks bukan sekadar fitnah, tetapi dapat menimbulkan kegaduhan, membelah opini publik, bahkan menciptakan konflik horizontal yang berbahaya. Oleh karena itu, ia menyerukan kolaborasi lintas sektor—baik pemerintah, masyarakat sipil, akademisi, hingga tokoh agama—untuk bersama-sama menjaga ruang digital yang sehat, bersih, dan mencerdaskan. Ini bukan hanya soal membela satu tokoh, tapi soal merawat nalar publik dan menjaga masa depan bangsa dari polusi informasi.

Sikap ini menjadi cerminan bahwa generasi muda tidak tinggal diam di tengah ancaman disinformasi. Mereka hadir sebagai penjaga akal sehat, pembela kebenaran, dan mitra strategis dalam membangun ruang publik yang lebih beradab. Dan di tengah kebisingan dunia digital, suara seperti inilah yang justru layak digaungkan: jernih, tegas, dan mencerdaskan.

Seruan anak-anak muda ini sejalan dengan pandangan Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto, yang menyatakan bahwa penyebaran hoaks bukan hanya persoalan moral, tetapi juga persoalan keamanan digital. "Hoaks dapat membentuk opini publik yang salah dan berdampak pada stabilitas sosial," ujarnya dalam sebuah diskusi literasi digital nasional.

Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) mencatat bahwa sepanjang tahun 2023 saja, terdapat lebih dari 11.000 konten hoaks yang teridentifikasi dan dilaporkan oleh masyarakat, dengan topik paling dominan seputar politik, kesehatan, dan tokoh publik. Hal ini memperkuat urgensi untuk memperkuat literasi digital di semua lapisan masyarakat.

Menanggapi fenomena ini, pengamat komunikasi dari Universitas Airlangga, Dr. Suko Widodo, menekankan bahwa figur publik seperti Khofifah sangat rentan menjadi sasaran karena visibilitas dan pengaruhnya. "Ketika perempuan dengan latar belakang pesantren dan pengalaman panjang seperti Ibu Khofifah difitnah, ini bukan hanya soal individu—tetapi juga soal simbol keteladanan dan kepemimpinan," kata Suko.

Oleh karena itu, langkah PMII Jatim tidak hanya mencerminkan kepedulian terhadap tokoh yang mereka hormati, tetapi juga komitmen untuk menjaga ruang demokrasi dari polusi informasi. PMII Jatim mengajak semua elemen bangsa untuk bersinergi membentengi ruang digital dari narasi palsu dan provokatif. "Mari kita jaga ekosistem informasi yang sehat, bersih, dan mencerdaskan,” tutup Sholikhul Hadi.

Di tengah kompleksitas era digital saat ini, komitmen generasi muda seperti yang ditunjukkan oleh PMII Jatim menjadi harapan. Bahwa masih ada suara yang memilih berpihak pada kebenaran, memperjuangkan keadaban informasi, dan berdiri bersama pemimpin yang bekerja dengan ketulusan.

Sebagai penutup, berikut beberapa kesimpulan penting yang dapat kita tarik, Pertama, kepemimpinan sejati bukanlah panggung pertunjukan, melainkan ladang pengabdian. Ia tidak dibentuk oleh sorotan kamera, melainkan oleh ketulusan niat dan keberanian bertanggung jawab atas amanah rakyat.

Kedua, pemimpin sejati tidak dilahirkan dari popularitas semu atau pencitraan murahan, melainkan dari rekam jejak kerja nyata, ketajaman berpikir, dan keberanian mengambil keputusan sulit yang berpihak pada kepentingan rakyat, meskipun tidak selalu menyenangkan semua pihak.

Ketiga, para masyayikh, kiai, dan tokoh umat semakin teguh mendukung kepemimpinan Ibu Khofifah dengan seruan yang menggema: Teruskan langkah dan perjuangan, Ibu Khofifah! Dukungan moral dan spiritual dari para ulama ini menjadi kekuatan batin yang tak tergoyahkan.

Keempat, di bawah kepemimpinan Ibu Khofifah, Jawa Timur tidak hanya mengalami lonjakan kemajuan secara fisik dan ekonomi, tetapi juga dipimpin dengan fondasi nilai-nilai moral, spiritual, dan kebangsaan yang kokoh. Khofifah adalah sosok pemimpin perempuan Muslimah yang lahir dari dapur ilmu, tradisi kepemimpinan ulama, dan doa-doa para masyayikh — bukan dari panggung sensasi.

Kelima, kepada para penyebar hoaks dan fitnah, kita memohon semoga Allah SWT memberikan peringatan dan hidayah. Kepada masyarakat Jawa Timur, mari kita tetap berpikir jernih, tidak larut dalam politik adu domba, dan senantiasa mendukung pemimpin yang tulus bekerja. Ibu Khofifah tidak berjalan sendiri—beliau disertai doa, cinta, dan dukungan rakyat yang cerdas dan peduli. Fitnah bisa datang silih berganti, tetapi kebenaran dan prestasi akan tetap bersinar dan membuktikan diri.

Keenam, merekomendasikan kepada Polda Jawa Timur untuk bertindak tegas dan memproses tuntas para pelaku penyebar hoaks terhadap Gubernur Khofifah, demi menjaga integritas ruang publik. Masyarakat pun diajak untuk meningkatkan literasi digital dan bersama-sama menjaga ekosistem informasi yang sehat, bersih, dan mencerahkan.

Mari kita jaga Jawa Timur. Mari kita jaga Ibu Khofifah. Wallahu A'lamu Bishawwab. (win)

 

Penulis: Dr. H. Romadlon, MM.

Adalah alumni S-3 UIN SATU Tulungagung. Pemberdaya Masyarakat di Bidang Sosial dan Pendidikan Islam. Wakil Ketua PW ISNU Jatim. Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Provinsi Jatim. Ketua Yayasan Sosial dan Pendidikan Al-Huda Insan Kamila Grogol Kediri.

Editor : Mohammad

Peristiwa
10 Berita Teratas Pekan Ini
Berita Terbaru